Rabu, 31 Desember 2008

peralihan waktu...


....
dari ujung lembah cikasur yang hijau

m
elangkah menyusuri kaldera bromo yang dingin
jauh tenggelam dalam derasnya madakaripura
aku memulai lan
gkah
baru disini...
hingga jejak-jej
ak lain disisi batuan ciheurang
dan terdampar
disavana sepi diujung hutan jambangan
yang meninggal
kan kerinduan untuk kembali
menyanyikan s
atu lagu penuh cinta..
m
eniti ringkihnya batuan muda dikaki garuda
ak
u menemui nikmatnya sapa gerhana
dala
m malam gelap yang membuyarkan mimpi
hingga kembali disa
tu lembah yang bernama ranu pani.
itulah hari-hari inda
h yang aku lalui
ingin terus ceritaka
n kisahku bersamamu
dalam lukisan cinta
dan alam
yang tak pernah habis meski terus kita menikmatinya
.....


#terima kasih untuk segenap ranting dan bunga
yang telah mewarnai petualanganku tahun ini
dengan beribu kisah dan sahabat baru


   -[ han ]-
*see u in 1430 H & 2009 M



peralihan waktu...


....
dari ujung lembah cikasur yang hijau

m
elangkah menyusuri kaldera bromo yang dingin
jauh te
nggelam dalam derasnya madakaripura
aku memulai lan
gkah baru disini...
hingga jejak-jej
ak lain disisi batuan ciheurang
dan terdampar
disavana sepi diujung hutan jambangan
yang meninggal
kan kerinduan untuk kembali
menyanyikan s
atu lagu penuh cinta..
m
eniti ringkihnya batuan muda dikaki garuda
ak
u menemui nikmatnya sapa gerhana
dala
m malam gelap yang membuyarkan mimpi
hingga kembali disa
tu lembah yang bernama ranu pani.
itulah hari-hari inda
h yang aku lalui
ingin terus ceritaka
n kisahku bersamamu
dalam lukisan cinta
dan alam
yang tak pernah habis meski terus kita menikmatinya
.....


#terima kasih untuk segenap ranting dan bunga
yang telah mewarnai petualanganku tahun ini
dengan beribu kisah dan sahabat baru


-[ han ]-
*see u in 1430 H & 2009 M



Senin, 22 Desember 2008

dua puluh dua desember

Terima kasih semua, untuk hari ini...
juga selamat hari Ibu

.....
ibu...dipenghujung tahun itu
engkau menanti hadirku dengan cemas
engkau merangkai sebuah doa dalam namaku
engkau menyiapkan pakaian-pakaian kecil dalam kamar itu

dan pagi itu, dua puluh dua desember
engkau tersenyum bahagia melahirkan aku kedunia
dan akupun hanya menangis meminta perlindunganmu
rintihamu..peluhmu, kau curahkan sepenuhnya hanya untuku,
tanpa kau pernah meminta harga untuk semua itu...

dan kini, di dua puluh dua desember yang sama
aku berdiri sendiri dalam kegalauan
menatap dunia yang semakin panas
melintasi hutan yang semakin hilang
mendaki gunung tanpa pernah meminta ijinmu..
sering aku mengabaiakanmu...maafkan bunda

saat aku kembali mengunjungi
dirimu masih setia menyambutku dipintu cinta itu...
dan tanah ini tetep hitam basah karena cintamu

ah....
kemana aku selama ini
yang tak sadar akan kesetianmu
yang terlalu lupa akan pengembaraan ego ini
aku rindu ibu,
basuhan tanganmu saat aku menangis
pelukannmu kala badai kecil itu menggoyang gubuk kita

ah...
dimana aku selama ini
tak sempat mengibur keriput diwajahmu
bahkan tak sadar bahwa guratan itu telah menemanimu
aku cintaimu ibu,
meski jarak setia menemani resah ini
dan waktu tak memberi aku kesempatan lebih...
....

Surabaya dua puluh dua desember dua ribu delapan


terima kasih untuk temen2 yang tlah mengirimkan ucapan dan doa
.: Tante nha...yang pagi-pagi bangunin orang tidur...aku tetep fans beratmu..
.: komandan Obie.. sama-sama cah Gombong dilarang saling mendahului...(ternyata orang gombong juga :P)
.: Adit.. impian yang mana, mbok dikado yang itu-tu... yang merah ya :)
.: Ty... thanks sist..untung nggak nelpon tengah malem, lagi tidur..
.: kang Aji n the momod, yang selalu membimbing kami..
.: Uci... bunga Jpers.. makasih doanya neng :)
.: Ayuuu... wanita perkasa juga. whaa...kirimi aku istri solehah :">

.: Jemmi.. ketemu lagi namamu saat nonton video Gede.
.: Sekar.. semoga impian kita terkabul.. amin.. (dimana?)
.: Dadang.. thanks puisinya, ajarin bikin yang bagus..
.: hero... ah hero... lagi-lagi kita selalu berpasangan :(
.: Nurul.. yang mencoba nelpon tengah malam, hehe.. maaf silent..
.: Ami n Ray.. belajar yang rajin ya...makasih doanya..
.: the brownies (indra, redi, faries, Jukky..n team).. kocak abis, Jpers makin berwarna karena kalian.
.: Riri.. the best deh..
.: Satub.. apel malang ada dimalang bukan di surabaya, thanks bro..
.: Aris steve.. makasin doanya..
.: tante Epik...muach...muach.. keep gokil..

.: Abe... korban arma paling telak, makasih doanya..
.: Om Tovic.. Arma baru berumur setahun kurang dikit..Tapi sudah menggoda iman orang
.: mba Dian.. thanks untuk international sms-nya
.: Devim.. belum terlambat, kumpul yuk..yu..
.: Cempluk.. thanks bro..jadi kangen cerita seru dan 'saru'mu
.: JPers Surabaya  (Arief, Pramono, Wahyu..) thanks juga doanya.

.: dan semua JPers yang belum sempat disebut satu-satu, terima kasih telah mewarnai hidupku tahun ini, dan tahun2 berikutnya...



   -[ han ]-

dua puluh dua desember

Terima kasih semua, untuk hari ini... juga selamat hari Ibu
..... ibu...dipenghujung tahun itu engkau menanti hadirku dengan cemas engkau merangkai sebuah doa dalam namaku engkau menyiapkan pakaian-pakaian kecil dalam kamar itu dan pagi itu, dua puluh dua desember engkau tersenyum bahagia melahirkan aku kedunia dan akupun hanya menangis meminta perlindunganmu rintihamu..peluhmu, kau curahkan sepenuhnya hanya untuku, tanpa kau pernah meminta harga untuk semua itu... dan kini, di dua puluh dua desember yang sama aku berdiri sendiri dalam kegalauan menatap dunia yang semakin panas melintasi hutan yang semakin hilang mendaki gunung tanpa pernah meminta ijinmu.. sering aku mengabaiakanmu...maafkan bunda saat aku kembali mengunjungi dirimu masih setia menyambutku dipintu cinta itu... dan tanah ini tetep hitam basah karena cintamu ah.... kemana aku selama ini yang tak sadar akan kesetianmu yang terlalu lupa akan pengembaraan ego ini aku rindu ibu, basuhan tanganmu saat aku menangis pelukannmu kala badai kecil itu menggoyang gubuk kita ah... dimana aku selama ini tak sempat mengibur keriput diwajahmu bahkan tak sadar bahwa guratan itu telah menemanimu aku cintaimu ibu, meski jarak setia menemani resah ini dan waktu tak memberi aku kesempatan lebih... ....

Surabaya dua puluh dua desember dua ribu delapan

terima kasih untuk temen2 yang tlah mengirimkan ucapan dan doa .: Tante nha...yang pagi-pagi bangunin orang tidur...aku tetep fans beratmu.. .: komandan Obie.. sama-sama cah Gombong dilarang saling mendahului...(ternyata orang gombong juga :P) .: Adit.. impian yang mana, mbok dikado yang itu-tu... yang merah ya :) .: Ty... thanks sist..untung nggak nelpon tengah malem, lagi tidur.. .: kang Aji n the momod, yang selalu membimbing kami..
.: Uci... bunga Jpers.. makasih doanya neng :)
.: Ayuuu... wanita perkasa juga. whaa...kirimi aku istri solehah :">
.: Jemmi.. ketemu lagi namamu saat nonton video Gede. .: Sekar.. semoga impian kita terkabul.. amin.. (dimana?) .: Dadang.. thanks puisinya, ajarin bikin yang bagus.. .: hero... ah hero... lagi-lagi kita selalu berpasangan :( .: Nurul.. yang mencoba nelpon tengah malam, hehe.. maaf silent.. .: Ami n Ray.. belajar yang rajin ya...makasih doanya.. .: the brownies (indra, redi, faries, Jukky..n team).. kocak abis, Jpers makin berwarna karena kalian. .: Riri.. the best deh..
.: Satub.. apel malang ada dimalang bukan di surabaya, thanks bro.. .: Aris steve.. makasin doanya..
.: tante Epik...muach...muach.. keep gokil..
.: Abe... korban arma paling telak, makasih doanya.. .: Om Tovic.. Arma baru berumur setahun kurang dikit..Tapi sudah menggoda iman orang .: mba Dian.. thanks untuk international sms-nya
.: Devim.. belum terlambat, kumpul yuk..yu..
.: Cempluk.. thanks bro..jadi kangen cerita seru dan 'saru'mu
.: JPers Surabaya (Arief, Pramono, Wahyu..) thanks juga doanya.
.: dan semua JPers yang belum sempat disebut satu-satu, terima kasih telah mewarnai hidupku tahun ini, dan tahun2 berikutnya...

-[ han ]-

Kamis, 04 Desember 2008

Melintasi Surabaya... [dari Wonokromo sampai Tugu Pahlawan]

#Surabaya, 2 Desember 2008


Payung warna pink hadiah dari PMI itu sudah masuk kedalam daypack-ku, daypack kecil kenangan dari JP Camp dicurug Ciheurang akhir juni kemarin. Hari ini akan aku nitai sebuah perjalanan yang cukup panjang. Setidaknya payung itu akan sangat membantu jika hujan benar-benar turun membasahi kota yang sudah mulai memanas ini. Pukul 9, meleset 3 jam dari yang aku rencanakan kemarin, ini gara-gara aku terlalu asik menyelesaikan novel Ketika Cinta Bertasbih 1 yang aku baca parallel bersama Novel “Sang Pemimpi” tetralogi kedua Andrea Hirata yang selesai kemarin. Bila sudah membaca akan sangat malas diganggu…yah sebuah kenikmatan yang aku temui dari tiap kata yang ditata apik oleh sang penulis selalu membius dan menginspirasikan.

Ini adalah sebuah perjalanan dari wong edan yang kebanyakan libur dan kurang kerjaan. Hari ini aku libur lagi, setelah kemarin libur dan besok juga libur, padahal sekarang adalah hari Selasa. Itulah kenikmatan kerja Shift yang aku jalani, meskipun dunia serasa milik sendiri, setidaknya aku masih bisa menyesuaikan waktu liburku dengan kebutuhanku. Naik gunung 10 hari tanpa cuti pun pernah aku lakukan. Sebenernya niatan ini sudah pernah timbul dalam benaku. Awal tahun kemarin aku pernah berjalan dari terminal Bungurasih sampai ke daerah Ketintang, rumah kosku, dengan jarak 5 km Dan hari ini aku ingin melakukan perjalanan dari Ketintang kearah utara hingga berujung di Tugu Pahlawan dengan jarak kurang lebih 8 km. dan pulang naik bis kota jika Capek.

Pukul 9 lewat 15 menit, setelah mengisi perut yang kosong ini, aku mulai dari sisi dalam perkampungan Karangrejo Sawah, disebelah barat pasar Wonokromo. Memilih melewati jalan kampung yang sesak dan padat selain lebih banyak orang juga sekalian mengenali medan kampung cukup dikenal keras disisi selatan Surabaya ini. Beberapa cerita horror pernah aku dengar deri teman yang pernah dipalak saat melewati perkampungan ini di malam hari. Jadi sebisa mungkin hindari daerah ini jika malam hari.

Sesaat keluar dari perkampungan dan dilanjutkan melewati komplek Terminal Joyoboyo yang masih saja tetap terlihat kumuh meskipun beberapa kali pernah ditata ulang oleh Pemkot dengan satpol PP-nya sebagai tameng saat berperang dengan rakyat kecil. Terus keutara dan mengitari komplek BONBIN Surabaya. Mengambil beberapa foto disana dan foto patung kebanggaan Surabaya, SURO dan BOYO, dilanjutkan dengan menyeberangi jalan Diponegoro yang cukup padat. Sampai di lampu merah dan memasuki gedung kuno bekas Musium Mpu Tantular. Sayang bangunan bersejarah itu kini bagai rumah kosong berhantu difilm Kuntilanak.

Melawati trotoar disisi barat jalan raya Darmo yang membelah kota Surabaya ini. Hingga disebalah barat Taman Bungkul. Aku pun memilih menyeberang jalan dan sejenak menikmati hijaunya taman ini, Sejak akhir tahun 2006 kemarin kota Surabaya terus berbenah, beberapa lahan kosong dan taman yang dahulunya mangkrak kini sudah menjadi daerah terbuka hijau, atau taman bermain bagi sebagian besar warga kota yang kekurangan lahan, hanya untuk sekedar bercengkerama bersama keluarga ini. Solusi yang menurutku sangat tepat dan bermanfaat. Terima kasih Dinas Pertamanan Kota Surabaya. Merkipun aku hanya pendatang, tapi aku mencintaimu juga.

Tak lama ditaman Bungkul, pukul 10.19 aku teruskan langkahku yang mulai berkeringat dibawah panas Surabaya ini, Cah Edan memang, panas-panas gini ko ya maunya jalan kaki ditengah kota.

Memasuki Segitiga emas di sekitar pasar keputran, aku memilih untuk menyabrang melewati jembatan penyeberangan dan memilih kembali melawati trotoar sebelah barat. Melawati Jalan Basuki Rahmat hingga sampai Tunjungan Plasa. Trotoar disini sudah dibuat cukup bagus, kerena memang merupakan proyek Pedestrian, tapi tetep aja Surabaya yang panas, jarang ada orang yang mau sekedar jalan-jalan.

Saat melewati pintu masuk ke TP1 ini, aku pun memilih untuk melewatinya masuk dan turun kebawah, melewati HERO dan memasuki hall TP3 terus kearah utara dan nantinya akan keluar di pintu SOGO, cukup nyaman pikirku. Selain mempersingkat jalan dan yang penting adalah menikmati dinginnya AC mall. Masih sepi, baru sekitar jam 11, saat mau keluar dari SOGO ini lah aku sempat dibuat bingung alias nyasar :P, meskipun aku tahu lantai yang aku lalui adalah lantai Ground, setelah naik satu tingkat dari lantai UG. Tapi jalan keluar tak kunjung aku temui. Sempet inisiatif untuk melalui tangga darurat, tapi sayang pintunya di gembok, Tanya tukang jaga toilet juga Cuma menjawab seadanya.

“mas kalo mau keluar dari sogo lewat mana?” tanyaku

“ya tinggal lewat saja” jawabnya

Akupun mengabaikanya, ada SMS dari Hero diapun menyarankan lewat tangga darurat. Akhirnya aku pun nekat muter di SOGO. Dan benar ternyata pintu yang aku tuju tertutup Eskalator, kalo diliat dari dalam. Sebuah tata ruang yang membingungkan.

Keluar dari SOGO langsung tembus dijalan Embong Malang, saat itu jam di HPku sudah menunjukan 11 lewat 29 menit. Hampir tengah hari. Cukup panas, untung matahari tidak begitu terik. Perjalanan menuju Tugu Pahlawan sudah semakin dekat, tinggal meneruskan sampe ujung jalan ini kemudiam menyeberangi lampu merah sampai di komplek jalan Blauran. Menyusuri pasar yang disepanjang tokonya adalah penjual emas. Di seberang jalan adalah sebuah bangunan megah, Empire. Miris rasanya melihat bagunan itu, saat rakyat miskin sedang bergelut untuk mendapatkan sesuap nasi, Bangunan itu dibangun sebagai pusat penjualan permata di Surabaya, sungguh megah dan angkuh.

Akupun melanjutkan dan memilih memasuki Pasar Baluran. Baru sekali ini aku memasuki pasar yang dikenal juga sebagai tempat untuk berburu buku bekas atau buku murah, entah legalitasnya. Tidak begitu sesak, masih banyak los-los pedagang yang tutup. Berjalan sampai ujung dan akhirnya keluar lagi di perempatan jalan Kranggan, sebuah jalan kuno yang sudah ada sejak jaman Belanda. Menyeberangi lampu merah tepat di depan mall BG Junction yang masih tergolong mall baru. Dan diteruskan sampai dijalan Bubutan. Tinggal satu nama jalan Panjang ini untuk sampai di Tugu Pahlawan. Sempat beristirahat sejenak dihalte diatara jalan ini. Sambil memperhatikan sebuah bangunan kuno yang sudah ditumbuhi rumput diatapnya. Tinggal menunggu roboh, sungguh sayang bangunan itu mungkin salah satu saksi sejarah pertempuran 10 November.

Diujung jalan Bubutan ini dan menyeberang perempatan yang cukup padat dan lebar disanalah berdiri begitu gagahnya tugu kebanggaan Arek-arek Suroboyo. Tugu Pahlawan simbol Patiotisme bangsa Indonesia. Yang beberapa tahun terakhir malah berubah fungsi sebagai tempat konser dan hura-hura yang terkesan kurang rasa patriotis.

Tak lama aku memasuki komplek tugu ini, setelah memasuki dan memegang Tugu ini (hanya memegang haha…). Aku pun segera meninggalkanya. Entah apa yang aku cari, jauh-jauh jalan kaki hampir 10 km selama 3 jam hanya untuk menyentuh Tugu itu untuk pertama kali, pancene cah edan…

Rencana untuk langsung pulang naik bis kota aku urungkan. Pingin muter lagi di Pasar Turi, memasuki pasar yang pernah terbakar, tapi sebagian pedaganya masih banyak yang berjualan disana. Dari Pasar Turi kemudian masuk ke Pusat Grosir Surabaya didepanya. Terus naik samapai ke lantai 4, untuk mencari mushala.

Berjalan diantara pedagang dan pembeli yang saling tawar menawar, meskipun tak ada barang yang aku cari tapi aku terus menikmati keramaian ini. Lebih dari satu jam seperti terjebak diantara barang dan orang sampe akhirnya memutuskan untuk keluar dan pulang. Jalan pulang yang aku ambil siang ini akan diawali lewat jalan Semarang. Berhenti didepan Stasuiun Pasar Turi karena perut sudah keroncongan dan ada gerobak bakso solo. Tak aku siasiakan. Semangkuk seharga Rp 4.000,- cukup menyenyangkan ditambah beberapa potong buah semangka. Terus keselatan melawati kawasan Kampung Ilmu, pusat penjualan buku bekas dan baru. Samapi diperempatan Jalan Kranggan, dan aku ambil arah kekiri melewati jalan kranggan dari ujung keujung. Seandainya aku terus luruspun jalan pulang yang aku lalui akan semakin pendek. Namun disana minim tempat yang wajib untuk disinggahi. Bisa-bisa nyasar sampe ke kompleks lokalosasi Dolly. Tidakkk…

Sekitar pukul dua siang memasuki daerah Kranggan yang semrawut, kanan kiri terlalu banyak pedagang kaki lima. Daerah ini juga dikenal dengan makanan khas Surabaya nya, Lontong Balap. Beberapa bulan kemarin pernah menikmatinya bersama seorang sahabat. Sampai di perempatan pasar Blauran. Cross point yang pertama saat aku berangkat tadi melewati titik ini. Menyeberang jalan setelah cukup lama menanti. Dilanjutkan melewati jalan Praban, jalan ini terkenal dengan pusat penjualan Sepatu, dari berbagai jenis dan merek, baik yang asli maupun yang palsu. Ada perbedaan yang cukup mencolok. Biasanya trotoar disini penuh sesak oleh pedagang sepatu, tapi sekarang sudah semakin tertata, Pedestrian pun semakin lebar…

Sampailah diujung Jalan Praban, memasuki jalan yang cukup terkenal, Jalan Tunjugan.. rek ayo rek.. mlaku-mlaku neng Tunjungan… jika pernah melihat beberapa titik di foto-foto Surabaya lama, jalan ini dulunya terasa sangat megah. Dengan trem (kereta listrik) membelah sepanjang jalan hingga sampai ke Jembatan Merah. Sebuah tata kota Modern dari Surabaya yang dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda. Tapi kini tinggal kenangan.

Aku berjalan tidak sampai keujung jalan tunjungan ini atau melewati jalan pemuda. Tapi aku ingin ke Balai kota. Hingga saat sampai di Genteng kali aku mengambil arah kekiri. Terus lurus dan memasuki jalan paling sejuk di Surabaya. Jalan Walikota Mustajab. Dimana jalanan ini terasa sedikit gelap karena ditutupi rimbunnya pohon-pohon. Ah.. andaikan semua jalan disurabaya seperti ini. Tapi sayang yang ada baru saja ada tunas pohon baru tumbuh sudah dipaku dengan berbagai reklame. Bahkan dipotong demi ruang sebuah papan iklan. Jahat mereka…

Sampai didepan Balai Kota, aku sudah merasakan kaki ini capek, pegal-pegal. tapi perjalan pulang masih jauh. Tak berhenti lama dan terus berjalan melewat patung Sudirman, Garden Palace, Balai Pemuda dan menyeberang jalan sampai ke tugu Bambu Runcing, disebelah timurnya jelas terlihat tower sellular kantorku yang tertinggi disurabaya.

Saat melewati petigaan jalan Bintaro, aku memilih mengambil ke kiri, bukan untuk meneruskan perjalan tapi untuk menikmati kuliner sore. Disini cukup tekenal sebuah warung kaki lima dengan makanan yang memiliki nama istimewa. Nasi daging plus serundeng diberi nama sembako, terus ada sate usus ayam yang diberi nama Krisdayanti, sate telur diganti dengan Cucak rowo, sate udah jadi Udang dibalik batu, Ati celeng yang sebenarnya hanya hati ayam biasa, dan satu lagi yang nggak kalah aneh.. Larangane Gus Dur yaitu darah ayam yang dikentalkan dan digoreng, didih. Memang haram bagiku J

Karena keunikanya inilah meskipun hanya berupa beberapa meja dan tenda terpal tidak permanen tapi cukup rame dan diminati konsumen kelas bawah. Aku pun hanya habis uang Rp 9500,- untuk sebuah Sembako, cucak rowo, udang dibalik batu, krisdayanti dan segelas es teh. Dan tak lupa pulang membeli segalon sinom (botol mineral 1,5 liter).

Pukul 4 sampai kembali ditaman Bungkul, suasana sudah berubah, kalo tadi pagi masih sepi sore ini sudah mulai banyak muda-mudi disini, aku mengambil satu sudut disana, sambil menikmati membaca milis dari hp SE P910 ku. Membalas beberapa postingan dan kembali pulang,

Pukul 5 sore ini aku memasuki kamar kosku. Langsung meluruskan kaki yang sudah sangat capek ini. Dan diteruskan dengan mandi sore….segarnya…


Mission Complette… pancene cah edan…. whahaha…..

Melintasi surabaya




maaf, kualitas VGA. hihi... lagi ga ada kamera bagus

Melintasi Surabaya... [dari Wonokromo sampai Tugu Pahlawan]

#Surabaya, 2 Desember 2008


Payung warna pink hadiah dari PMI itu sudah masuk kedalam daypack-ku, daypack kecil kenangan dari JP Camp dicurug Ciheurang akhir juni kemarin. Hari ini akan aku nitai sebuah perjalanan yang cukup panjang. Setidaknya payung itu akan sangat membantu jika hujan benar-benar turun membasahi kota yang sudah mulai memanas ini. Pukul 9, meleset 3 jam dari yang aku rencanakan kemarin, ini gara-gara aku terlalu asik menyelesaikan novel Ketika Cinta Bertasbih 1 yang aku baca parallel bersama Novel “Sang Pemimpi” tetralogi kedua Andrea Hirata yang selesai kemarin. Bila sudah membaca akan sangat malas diganggu…yah sebuah kenikmatan yang aku temui dari tiap kata yang ditata apik oleh sang penulis selalu membius dan menginspirasikan.

Ini adalah sebuah perjalanan dari wong edan yang kebanyakan libur dan kurang kerjaan. Hari ini aku libur lagi, setelah kemarin libur dan besok juga libur, padahal sekarang adalah hari Selasa. Itulah kenikmatan kerja Shift yang aku jalani, meskipun dunia serasa milik sendiri, setidaknya aku masih bisa menyesuaikan waktu liburku dengan kebutuhanku. Naik gunung 10 hari tanpa cuti pun pernah aku lakukan. Sebenernya niatan ini sudah pernah timbul dalam benaku. Awal tahun kemarin aku pernah berjalan dari terminal Bungurasih sampai ke daerah Ketintang, rumah kosku, dengan jarak 5 km Dan hari ini aku ingin melakukan perjalanan dari Ketintang kearah utara hingga berujung di Tugu Pahlawan dengan jarak kurang lebih 8 km. dan pulang naik bis kota jika Capek.

Pukul 9 lewat 15 menit, setelah mengisi perut yang kosong ini, aku mulai dari sisi dalam perkampungan Karangrejo Sawah, disebelah barat pasar Wonokromo. Memilih melewati jalan kampung yang sesak dan padat selain lebih banyak orang juga sekalian mengenali medan kampung cukup dikenal keras disisi selatan Surabaya ini. Beberapa cerita horror pernah aku dengar deri teman yang pernah dipalak saat melewati perkampungan ini di malam hari. Jadi sebisa mungkin hindari daerah ini jika malam hari.

Sesaat keluar dari perkampungan dan dilanjutkan melewati komplek Terminal Joyoboyo yang masih saja tetap terlihat kumuh meskipun beberapa kali pernah ditata ulang oleh Pemkot dengan satpol PP-nya sebagai tameng saat berperang dengan rakyat kecil. Terus keutara dan mengitari komplek BONBIN Surabaya. Mengambil beberapa foto disana dan foto patung kebanggaan Surabaya, SURO dan BOYO, dilanjutkan dengan menyeberangi jalan Diponegoro yang cukup padat. Sampai di lampu merah dan memasuki gedung kuno bekas Musium Mpu Tantular. Sayang bangunan bersejarah itu kini bagai rumah kosong berhantu difilm Kuntilanak.

Melawati trotoar disisi barat jalan raya Darmo yang membelah kota Surabaya ini. Hingga disebalah barat Taman Bungkul. Aku pun memilih menyeberang jalan dan sejenak menikmati hijaunya taman ini, Sejak akhir tahun 2006 kemarin kota Surabaya terus berbenah, beberapa lahan kosong dan taman yang dahulunya mangkrak kini sudah menjadi daerah terbuka hijau, atau taman bermain bagi sebagian besar warga kota yang kekurangan lahan, hanya untuk sekedar bercengkerama bersama keluarga ini. Solusi yang menurutku sangat tepat dan bermanfaat. Terima kasih Dinas Pertamanan Kota Surabaya. Merkipun aku hanya pendatang, tapi aku mencintaimu juga.

Tak lama ditaman Bungkul, pukul 10.19 aku teruskan langkahku yang mulai berkeringat dibawah panas Surabaya ini, Cah Edan memang, panas-panas gini ko ya maunya jalan kaki ditengah kota.

Memasuki Segitiga emas di sekitar pasar keputran, aku memilih untuk menyabrang melewati jembatan penyeberangan dan memilih kembali melawati trotoar sebelah barat. Melawati Jalan Basuki Rahmat hingga sampai Tunjungan Plasa. Trotoar disini sudah dibuat cukup bagus, kerena memang merupakan proyek Pedestrian, tapi tetep aja Surabaya yang panas, jarang ada orang yang mau sekedar jalan-jalan.

Saat melewati pintu masuk ke TP1 ini, aku pun memilih untuk melewatinya masuk dan turun kebawah, melewati HERO dan memasuki hall TP3 terus kearah utara dan nantinya akan keluar di pintu SOGO, cukup nyaman pikirku. Selain mempersingkat jalan dan yang penting adalah menikmati dinginnya AC mall. Masih sepi, baru sekitar jam 11, saat mau keluar dari SOGO ini lah aku sempat dibuat bingung alias nyasar :P, meskipun aku tahu lantai yang aku lalui adalah lantai Ground, setelah naik satu tingkat dari lantai UG. Tapi jalan keluar tak kunjung aku temui. Sempet inisiatif untuk melalui tangga darurat, tapi sayang pintunya di gembok, Tanya tukang jaga toilet juga Cuma menjawab seadanya.

“mas kalo mau keluar dari sogo lewat mana?” tanyaku

“ya tinggal lewat saja” jawabnya

Akupun mengabaikanya, ada SMS dari Hero diapun menyarankan lewat tangga darurat. Akhirnya aku pun nekat muter di SOGO. Dan benar ternyata pintu yang aku tuju tertutup Eskalator, kalo diliat dari dalam. Sebuah tata ruang yang membingungkan.

Keluar dari SOGO langsung tembus dijalan Embong Malang, saat itu jam di HPku sudah menunjukan 11 lewat 29 menit. Hampir tengah hari. Cukup panas, untung matahari tidak begitu terik. Perjalanan menuju Tugu Pahlawan sudah semakin dekat, tinggal meneruskan sampe ujung jalan ini kemudiam menyeberangi lampu merah sampai di komplek jalan Blauran. Menyusuri pasar yang disepanjang tokonya adalah penjual emas. Di seberang jalan adalah sebuah bangunan megah, Empire. Miris rasanya melihat bagunan itu, saat rakyat miskin sedang bergelut untuk mendapatkan sesuap nasi, Bangunan itu dibangun sebagai pusat penjualan permata di Surabaya, sungguh megah dan angkuh.

Akupun melanjutkan dan memilih memasuki Pasar Baluran. Baru sekali ini aku memasuki pasar yang dikenal juga sebagai tempat untuk berburu buku bekas atau buku murah, entah legalitasnya. Tidak begitu sesak, masih banyak los-los pedagang yang tutup. Berjalan sampai ujung dan akhirnya keluar lagi di perempatan jalan Kranggan, sebuah jalan kuno yang sudah ada sejak jaman Belanda. Menyeberangi lampu merah tepat di depan mall BG Junction yang masih tergolong mall baru. Dan diteruskan sampai dijalan Bubutan. Tinggal satu nama jalan Panjang ini untuk sampai di Tugu Pahlawan. Sempat beristirahat sejenak dihalte diatara jalan ini. Sambil memperhatikan sebuah bangunan kuno yang sudah ditumbuhi rumput diatapnya. Tinggal menunggu roboh, sungguh sayang bangunan itu mungkin salah satu saksi sejarah pertempuran 10 November.

Diujung jalan Bubutan ini dan menyeberang perempatan yang cukup padat dan lebar disanalah berdiri begitu gagahnya tugu kebanggaan Arek-arek Suroboyo. Tugu Pahlawan simbol Patiotisme bangsa Indonesia. Yang beberapa tahun terakhir malah berubah fungsi sebagai tempat konser dan hura-hura yang terkesan kurang rasa patriotis.

Tak lama aku memasuki komplek tugu ini, setelah memasuki dan memegang Tugu ini (hanya memegang haha…). Aku pun segera meninggalkanya. Entah apa yang aku cari, jauh-jauh jalan kaki hampir 10 km selama 3 jam hanya untuk menyentuh Tugu itu untuk pertama kali, pancene cah edan…

Rencana untuk langsung pulang naik bis kota aku urungkan. Pingin muter lagi di Pasar Turi, memasuki pasar yang pernah terbakar, tapi sebagian pedaganya masih banyak yang berjualan disana. Dari Pasar Turi kemudian masuk ke Pusat Grosir Surabaya didepanya. Terus naik samapai ke lantai 4, untuk mencari mushala.

Berjalan diantara pedagang dan pembeli yang saling tawar menawar, meskipun tak ada barang yang aku cari tapi aku terus menikmati keramaian ini. Lebih dari satu jam seperti terjebak diantara barang dan orang sampe akhirnya memutuskan untuk keluar dan pulang. Jalan pulang yang aku ambil siang ini akan diawali lewat jalan Semarang. Berhenti didepan Stasuiun Pasar Turi karena perut sudah keroncongan dan ada gerobak bakso solo. Tak aku siasiakan. Semangkuk seharga Rp 4.000,- cukup menyenyangkan ditambah beberapa potong buah semangka. Terus keselatan melawati kawasan Kampung Ilmu, pusat penjualan buku bekas dan baru. Samapi diperempatan Jalan Kranggan, dan aku ambil arah kekiri melewati jalan kranggan dari ujung keujung. Seandainya aku terus luruspun jalan pulang yang aku lalui akan semakin pendek. Namun disana minim tempat yang wajib untuk disinggahi. Bisa-bisa nyasar sampe ke kompleks lokalosasi Dolly. Tidakkk…

Sekitar pukul dua siang memasuki daerah Kranggan yang semrawut, kanan kiri terlalu banyak pedagang kaki lima. Daerah ini juga dikenal dengan makanan khas Surabaya nya, Lontong Balap. Beberapa bulan kemarin pernah menikmatinya bersama seorang sahabat. Sampai di perempatan pasar Blauran. Cross point yang pertama saat aku berangkat tadi melewati titik ini. Menyeberang jalan setelah cukup lama menanti. Dilanjutkan melewati jalan Praban, jalan ini terkenal dengan pusat penjualan Sepatu, dari berbagai jenis dan merek, baik yang asli maupun yang palsu. Ada perbedaan yang cukup mencolok. Biasanya trotoar disini penuh sesak oleh pedagang sepatu, tapi sekarang sudah semakin tertata, Pedestrian pun semakin lebar…

Sampailah diujung Jalan Praban, memasuki jalan yang cukup terkenal, Jalan Tunjugan.. rek ayo rek.. mlaku-mlaku neng Tunjungan… jika pernah melihat beberapa titik di foto-foto Surabaya lama, jalan ini dulunya terasa sangat megah. Dengan trem (kereta listrik) membelah sepanjang jalan hingga sampai ke Jembatan Merah. Sebuah tata kota Modern dari Surabaya yang dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda. Tapi kini tinggal kenangan.

Aku berjalan tidak sampai keujung jalan tunjungan ini atau melewati jalan pemuda. Tapi aku ingin ke Balai kota. Hingga saat sampai di Genteng kali aku mengambil arah kekiri. Terus lurus dan memasuki jalan paling sejuk di Surabaya. Jalan Walikota Mustajab. Dimana jalanan ini terasa sedikit gelap karena ditutupi rimbunnya pohon-pohon. Ah.. andaikan semua jalan disurabaya seperti ini. Tapi sayang yang ada baru saja ada tunas pohon baru tumbuh sudah dipaku dengan berbagai reklame. Bahkan dipotong demi ruang sebuah papan iklan. Jahat mereka…

Sampai didepan Balai Kota, aku sudah merasakan kaki ini capek, pegal-pegal. tapi perjalan pulang masih jauh. Tak berhenti lama dan terus berjalan melewat patung Sudirman, Garden Palace, Balai Pemuda dan menyeberang jalan sampai ke tugu Bambu Runcing, disebelah timurnya jelas terlihat tower sellular kantorku yang tertinggi disurabaya.

Saat melewati petigaan jalan Bintaro, aku memilih mengambil ke kiri, bukan untuk meneruskan perjalan tapi untuk menikmati kuliner sore. Disini cukup tekenal sebuah warung kaki lima dengan makanan yang memiliki nama istimewa. Nasi daging plus serundeng diberi nama sembako, terus ada sate usus ayam yang diberi nama Krisdayanti, sate telur diganti dengan Cucak rowo, sate udah jadi Udang dibalik batu, Ati celeng yang sebenarnya hanya hati ayam biasa, dan satu lagi yang nggak kalah aneh.. Larangane Gus Dur yaitu darah ayam yang dikentalkan dan digoreng, didih. Memang haram bagiku J

Karena keunikanya inilah meskipun hanya berupa beberapa meja dan tenda terpal tidak permanen tapi cukup rame dan diminati konsumen kelas bawah. Aku pun hanya habis uang Rp 9500,- untuk sebuah Sembako, cucak rowo, udang dibalik batu, krisdayanti dan segelas es teh. Dan tak lupa pulang membeli segalon sinom (botol mineral 1,5 liter).

Pukul 4 sampai kembali ditaman Bungkul, suasana sudah berubah, kalo tadi pagi masih sepi sore ini sudah mulai banyak muda-mudi disini, aku mengambil satu sudut disana, sambil menikmati membaca milis dari hp SE P910 ku. Membalas beberapa postingan dan kembali pulang,

Pukul 5 sore ini aku memasuki kamar kosku. Langsung meluruskan kaki yang sudah sangat capek ini. Dan diteruskan dengan mandi sore….segarnya…


Mission Complette… pancene cah edan…. whahaha…..