Sabtu, 25 Desember 2010

Menulis tentang Ibu...

Terdengar suara diujung sana…
“Hallo… Koko wis maem? Nganggo lawuh apa” (Hallo.. koko (panggilan kecilku) sudah makan? Pakai lauk apa).

Dialek Banyumasan khas yang selalu aku dengar setiap kali menelpon ibu. Aku memanggilnya dengan Biyunge, atau yang berarti juga Ibu. Sapaan untuk seorang Ibu yang lebih banyak dipakai oleh warga kampung disekitar Banyumas. Mungkin disana sekarang sudah lebih banyak mengunakan sebutan Mamake atau Ibune. Atau bila bergesar ke kota sedikit sudah lebih variatif lagi dengan sapaan Ibu, Bunda, Mama, Umi. Ya begitu beragamlah kami menyebut nama untuk seorang yang telah melahirkan dan membesarkan serta membimbing kami hingga seperti sekarang ini.

Hari ibu…. Sudah berlalu beberapa hari yang lalu, tapi bagiku Desember secara keseluruhan adalah sangat istimewa. Bertepatan dengan tanggal 22 Desember, dimana bangsa ini memperingati Hari untuk seluruh Ibu. Sebuah persembahan istimewa juga dari kami anak-anak yang selalu mengucapkanya untuk ibu-ibu tercinta kami. Dan lebih teristimewa lagi, ditanggal itu Aku memperingatinya sebagai hari kelahiranku. Hari dimana pertama kalinya melihat dunia dengan sebuah tangisan yang telah Sembilan bulan lebih ibu dan bapaku menantikanku dengan penuh harapan.

"Meskipun usiaku tidak kecil lagi, tapi ibu tetap menganggapku sebagai seorang anak kecil dimatanya. Perhatianya tak pernah hilang, kasih sayangnya tak pernah pudar. Ibu selalu menganggapku sebagai anak bontotnya yang manja, selalu dibuatkan minuman teh manis setiap pagi lengkap dengan mendoan khas"

“Kepriwe kerjane, betah ora” (bagaimana kerjaanya, betah nggak). Lagi ibu menyapaku, dengan kalimat sama setiap kali aku menelpon beliau. Menanyakan sudahkah aku makan apa belum, bagaimana keadaanku… Meskipun usiaku tidak kecil lagi, tapi ibu tetap menganggapku sebagai seorang anak kecil dimatanya. Perhatianya tak pernah hilang, kasih sayangnya tak pernah pudar. Ibu selalu menganggapku sebagai anak bontotnya yang manja, selalu dibuatkan minuman teh manis setiap pagi lengkap dengan mendoan khas buah karyanya di dapur.
Arghh.. aku selalu merindukan saat bermanja dipeluknya…

Sudah hampir dari separuh usiaku meninggalkanya disebuah tempat yang selalu aku merindukanya. Disebuah tempat yang bahkan dia hampir tidak pernah beranjak meninggalkanya. Memperhatikanku yang selalu berlari dan berkejaran dengan mimpi mimpi dunia. Ahhh….. aku merindukan tanah basah itu, merindukan pelukmu yang selalu menghangatkan tangisku. Merindukan sebuah petak kecil tanah dimana aku belajar menyapanya dengan sebutan “biyunge”…



Hanya suaramu yang kini lebih sering aku dengar
Hanya sapamu yang kini selalu terngiang
Menemaniku mengejar mimpi ini
Menamiku menjelajah kehidupan...

Untuk selalu merindukanmu saat...
Menyiapkan sepiring mendoang hangat untuk sarapan pagiku
dan segelas teh manis yang selalu kusuka

Argh…. Aku selalu ingin pulang ibu,
Menemanimu menikmati waktu senja
ditepian sungai dibelakang rumah kita
Atau sekedar menyiangi rumput
yang memenuhi tanah basah dihalaman kita

Dan tentunya aku selalu merindukanu, Ibu...

 
Selamat hari ibu,

-hans-
www.trihans.com

Jumat, 17 Desember 2010

Life Style & Hobby EXPO 2010




Serba Orange...kaya warna khasnya DIVE MAG... dan tetunya dateng ke pameran ini pun demi ketemu dengan orang-orang hebat dibelakang DIVE MAG... like: teteh RD, om TIMMUN, Adita Nanda yang Presenter JP, tante Didi.. dan crew lainya... serta tidak lain dan bukan adalah pasukan "4L" dari jepecom..

Bertebaran Doorprize..dan hanya nyantol 2 di JPers.... Srtap NG dan hadiah utama paket Diving 2 hari di Bali yang didapatkan oleh kaka Rangga...

hm...kayaknya emang enak hidup di Jakarta, baru 3 minggu udah banyak event dan hiburan menarik :D

Mengunjungi Nisan SOE HOK GIE di Museum Taman Prasasti... yuk!!



Kawan,
Awal Mei lalu saya berkunjung ke Jakarta selama satu minggu. Dan diakhir perjalanan itu saya menutupnya dengan mengunjungi makam seorang sahabat. Meskipun bukan makam sesungguhnya yang saya temui, karena yang tersisa disana hanyalah sebuah nisan tanpa jasad. Nisan yang berupa sebuah patung peri yang menjaganya dibawah pohon rindang. Sebuah tempat yang ia sukai, pepohonan hijau dan teduh… seperti Mandalawangi… seperti Surya Kencana… seperti Semeru…

Jasadnya telah dikremasi dan abunya disebar di tempat yang sangat ia sukai di Lembah Mandalawangi. Sesuai permintaanya sebelum meninggal. Dan kini sisa nisannya masih berdiri diantara ratusan nisan lainnya tidak lagi dalam sebuah pemakaman, tapi berada disebuah Museum yang tidak jauh dari kita. Tepatnya di Museum Taman Prasasti.
Tanggal 16 Desember adalah tanggal dimana sabahat alam ini menghembuskan nafas terakhirya dipuncak tertinggi tanah jawa, di Mahameru 41 tahun yang lalu. Tepat sehari sebelum ia merayakan ulang tahunya yang ke-27.

Kawan,
Hari minggu, 19 Desember 2010 besok saya ingin berkunjung ke makamnya, menemaninya sejenak, mengunjunginya sejenak dan merenungkan jalan hidupnya sejenak… Dia dan sahabatnya telah mengenalkan kita pada sebuah kata “Pecinta Alam”. Pada sebuah kehidupan hijau yang selalu kita nikmati disela-sela kesibukan kita.
Dan saya ingin mengajak kawan-kawan untuk mengunjunginya… menemaninya sejenak…


Dimanakah Museum Taman Prasasti?
Dia tertidur ditegah-tengah kita, dipusat sebuah pemerintahan yang selalu mengusik pikiranya. Terbaring diantara gedung-gedung kementrian Republik ini.
Di Jalan Tanah Abang I no1, Jakarta Pusat.

Disebelah utara kantor Walikota Jakarta Pusat. Atau turun di Halte Monumen Nasional, didepan Museum Gajah, kemudian berjalan keutara sedikit dan kemudian masuk kejalan kecil disamping DEPKOMINFO. Lurus kearah barat hingga menemui jalan Abdul Muis. Berjalan kembali keutara dan di pertigaan pertama belok kearah Barat (kiri) dan diujung jalan itu adalah Museum Taman Prasasti.

Atau yang turun di Halte Harmoni bisa langsung menyeberang ke Selatan di Jalan Abdul Muis, kemudian dipertigaan pertama berbelok kearah kanan (Barat) ke Jalan Tanah Abang I.

Apa yang bisa diliat di Museum Taman Prasasti?
Kuburan pasti serem!! Tidak.. meskipun berupa makam, Museum ini berupa museum terbuka yang berisi koleksi nisan-nisan antik yang berupa patung sejak Jaman Belanda, Kereta Pemakaman antik dan tentunya bersejarah. Dijamin yang suka fotografi maupun suka difoto akan menikmati Museum yang lebih mirip dengan Taman ini.


Berapa HTM nya?
Umum : Rp 2000,-
Mahasiswa : Rp 1000,-
Anak anak: Rp 600,-
Murahkan?? Itulah kenapa saya suka ke Museum, murahnya sudah pasti dan banyak pengetahuan yang dapat kita ambil.

Dresscodenya apa ya?
Biar kompak dan seru, pakailah pakaian yang berbau “Pecinta Alam”,”Semeru”, "Gede Pangrango". Yang punya Buku atau apaun yang berbau SOE HOK GIE dibawa ya…

Acaranya apa?
Renungan sejenak mulai pukul 9:00 WIB sampai dengan selesai, menemaninya bermain dibawah rindangnya pepohonan… tidak di isi dengan acara formal, hanya kumpul-kumpul bersama, Mumpung hari minggu, sekalian menyukseskan TAHUN KUNJUNGAN MUSIUM. Yang baru sepedaan di Monas bisa mengalihkan rutenya sedikit kesana.

Ditunggu yaa…


Link:
http://kohan2282.multiply.com/photos/album/132/Batavia_Lama_-_Museum_Taman_Prasasti




-[ Hans ]-
[ W: www.trihans.com | T: @trihansdotcom | Y: cak_kohan | Gtalk & Skype : phoenixbiru ]

"If I can't change the world were we're living in, I can always change myself..."
Helloween-Wake Up The Mountain

Selasa, 07 Desember 2010

Dari Ujung Galuh ke Sunda Kelapa..

Dari Ujung Galuh ke Sunda Kelapa..

Dari kerjaan Majapahit ke kerajaan Pasundan...

Dari Sri Kertarajasa Jayawardhana ke Sri Baduga...

Dari Pantai Kenjeran ke Anyer...

Dari Tugu Pahlawan ke Monumen Nasional...

Dari Surabaya sampai juga ke JAKARTA...


 

Dari Jetis Kulon ke Bendungan Hilir

Hujan petir dan awan hitam mengantarkanku menuju sebuah terminal domestik di Bandara Juanda. Hanya berdua dengan Nurul menaiki sepeda motor dari kosku di Jetis Kulon. Dan harus merasakan gerimis kecil serta beberapa kali kilatan petir saat memasuki area parkir motor di bandara. Sore itu adalah titik sebuah pertualangan panjang dikota panas yang sudah 9 tahun 5 bulan ini aku tinggali. Meninggalkan Surabaya untuk mencoba sebuah kehidupan baru di Jakarta.

Jadwal penerbangan 17:40 WIB, akhirnya delay sampai jam 9 malam. Wahyu dan Doi Fani rela berbasah basah ria demi menyusul mengantarkanku sebelum meninggalkan Surabaya. Dan tak lama kemudian penerbangan singkat itu telah mengantarkanku ke kota yang selama ini selalu aku mempimpikanya. Jakarta, bukan sekali ini aku memperjuangan sebuah pekerjaan di ibu kota. Awal 2008, Awal Mei 2009 dan Awal Agustus 2010 kemarin aku mencoba peruntungan itu. Dan akhirnya perjuangan di akhir tahun ini mengantarkanku untuk ikut menyesaki ibu kota.

Bukan hanya karena ingin ikut memadati ibu kota, tapi bekerja di dunia telekomunikasi sepertinya sebuah tuntutan untuk mengawalinya dari Pusat dari segalanya di negeri ini. Tak bisa dipungkiri Jakarta sebagai ibu kota negara merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian negara ini. Maka sederet mimpi tentang pusat-pusat dari kerajaan kecil dunia telekomunikasi telah menyambutku sejak sebelum menginjakan kaki di ibu kota ini. Meninggalkan Ujung Galuh atau nama lain Surabaya saat perang Raden Wijaya melawan pasukan Tar Tar (31 mei 1293, menjadi hari lahir kota Surabaya), bermigrasi ke Sunda Kelapa yang pernah dibawah kekuasaan kerajaan Pasundan.

Dan daerah ruwet bernama Bendungan Hilir dengan kendaraan khas beroda tiga ini menjadi jujugan pertamaku untuk menyapa ibu kota, menemani sahabat lama yang sudah lebih dahulu merantau, Rangga Dive.

 

The Two Towers dan taman rumput melingkar

Dua buah gedung tinggi tepat disisi utara Semanggi, Sejajar dengan jalan Sudirman. Menjadi awal mula aku mengembangkan ilmu yang sudah 12 tahun ini kupelajari, berawal dari sekolah kejuruan di Purwokerto, kemudian bekerja di dunia kabel dan akhirnya mendalami ilmu Selular di Surabaya. Dan disinipun aku masih bermain dengan teknologi itu. Sepertinya tak mau lepas dari dunia teknologi informasi ini. Berkantor di lantai 17 dan sebagian rekan kerja adalah perkerja asing. Mutlak lebih banyak menggunakan bahasa Inggris, bahasa yang sejak awal mengenalnya selalu menjadi musuhku. Akhirnya dipaksa untuk menggunakannya setiap hari saat berkomunikasi dengan mereka.

Di belakang The Two Towers itu ada sebuah taman rumput melingkar dengan beberapa pohon kelapa ditengahnya, mengingatkan pada sebuah desa dimana Frodo Bagins dan Sam Gamgee berasal, Shire. Taman itu seolah menjadi sumber pelepas kepenatan sesaat setelah setengah hari beradu didepan monitor-monitor 14”. Dan pada saat jam istirahat seperti tertumpah, mereka memenuhi taman itu, sekedar bercengkerama dengan rekan kerja atau membakar rokok yang memang hanya diperbolehkan ditaman itu. Sedikit Surga dikepenatan ibu kota, mungkin...


Dari komunitas ke komunitas

Sejak mengenal dunia komunitas awal tahun 2008 lalu, sepertinya memang semakin tak bisa dipisahkan dengan kehangatan persahabatan mereka. Tiga orang teman yang mengantarkanku di terminal domestik bandara Juanda kemarin adalah dari Jpers Jatim. Sedangkan Bang Finanta yang rela menjemputku di Bandara Sukarno Hatta juga aku mengenalnya dalam pendakian gunung Argopuro. Hampir tengah malam sampai dikota yang masih asing ini dan dijemput untuk menginap di rumahnya di Pamulang. Terima kasih banyak bang Fin.

Malem kedua dan malem minggu pertama di Jakarta aku habiskan bersama teman-teman JPers di Pasfes Gor Sumantri Kuningan, bercengkerama  dengan mereka di kantin pasfes dan menyiapkan sebuah event untuk akhir awal tahun nanti. Dan hampir seminggu pertama ini aku tinggal bersama Rangga, meskipun sudah memiliki kamar kos sendiri di belakang pasar Benhil aku lebih sering bermain dengannya yang hanya dipisahkan beberapa gang.

 

on Air @ RRI Pro2

Hari minggu pertama dipenuhi dengan kesibukan awal. Ikut onair di RRI pro 2 di jalan merdeka barat Talk Show bersama SIOUX Lembaga Studi Ular Indonesia, dengan host mba Vely dan beberapa pengurus Sioux, sang ketua baru Idur, om Boim, tante Dee, teh Qim, Uchit dan Rangga. Sebuah talk show ringan tentang komunitas Sioux yang mencoba mengenalkan untuk mengenal ular sebagai bagian dari makhluk hidup yang perlu untuk diwaspadai tanpa harus membunuhnya. Kemudian dilanjutkan keliling dari dipernikahan tetangga desa di Cimanggis, main kerumah sodara di Kalibata dan mengambil sepeda motorku yang kupaketkan di Rempoa Ciputat. Karena kesibukan itulah julukan Imigran Sibuk disematkan oleh tante nha...

.....

Menikmati Jakarta dari mata seorang pelancong, aku masih menikmatinya mengenal sudut-sudut kota ini. Memulai semua yang serba baru, Jalanan macet yang belum hapal, ibu kos baru yang ternyata orang Purbalingga, penjual warung Warteg yang tentunya berbahasa tegal, bermain dan blusukan dipasar benhil yang tidak terlalu jauh juga lebih banyak terdengar bahasa jawa khas banyumasan... agrh, seperti dirumah sendiri. Semoga aku tetap menikmati Jakarta dengan mata seorang pelancong, bukan mata seorang perantau...



on Air @ RRI Pro2
talk show sioux
in action
bersama sang penyiar

 

-hans-

www.trihans.com

 

Benhil, 7 Des 2010