Minggu, 19 Februari 2012

[Pinangan Kedua: #20harinulisduet] Batas Kebenaran

                    Pinangan kedua...


Booked for 16th Feb!! Hahah RT  lagi asik jadi partner  seru... berasa nemu partner in crime >:)


Dan terciptalah tulisan ini....

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -




Afa menutup tumpukan dokumen berkas-berkas kasusnya yang telah dibacanya lebih dari dua belas jam. Matanya terasa pedas karena terlalu lama memandang layar komputer, sesekali ia mengucek matanya. Mengecek kembali dokumen pendukung dan data tambahan, menganalisa kasus, menerka pelaku dan mengetik ke dalam Laporan Akhir Kasus.

“Belum pulang, Ibu Afa?”, Pak Sukri, OB yang menunggu Afa menyapa dari balik kubikalnya.
Afa mengelengkan kepalanya pelan dan tersenyum, “Sebentar lagi ya,Pak”
“Ngga apa-apa Bu, saya tunggu sampai selesai. Mari, Bu”
Afa menatap jam dinding di depannya, jam sepuluh malam. Dan semua orang disini sudah pulang.
Gila nih kasus bikin tidur gue ngga nyenyak, keluh Afa.

Afa beranjak dari kursinya dan mulai membereskan semua berkas-berkasnya. Ia berniat untuk meneruskannya di rumah.
“Maaf ya Pak, seminggu ini Bapak pulang larut terus”, Afa membuat segelas kopi di pantry, menyiapkan amunisi untuk bergadang nanti.
Pak Sukri tersenyum, “Ndak apa-apa Bu, namanya juga ada kasus lagi susah dipecahkan”

Setelah menyesap kopi keduanya hari itu, ia pulang. Siapkah ia memulai untuk hari baru esok? Entahlah. Afa masih ragu.

***

Afa kecil selalu menyukai hal yang berbau teka teki, otak kirinya selalu menyimpan pertanyaan yang tidak biasa dimiliki anak kecil. Ia selalu bertanya ini itu, sampai orang-orang disekitarnya dibuat pusing oleh pertanyaan-pertanyaan Afa. Pernah ayahnya sampai tak bisa menemukan jawaban untuk menjawab pertanyaan berantai yang dilontarkan anak gadis pertamanya itu.

“Ayah kenapa balon udara bisa terbang?”
“Ayah kenapa kompas ko mengarah keutara dan selatan..?”
“Ayah kenapa ini……dan Ayah… kenapa itu…” Afa terngiang masa kecilnya saat masih tinggal bersama ayahnya. Ia tersenyum atas kelakuanya masa itu, yang ternyata bakat terpendam itu sudah kelihatan sejak ia mulai belajar membaca. Kemudian ia memilih meneruskan pendidikannya sesuai dengan minatnya di bidang kriminologi.

Afa belum juga memejamkan matanya. Malam telah larut tapi rupanya efek kafein yang ia minum sebelum meninggalkan kantor masih mempengaruhinya, selain itu juga karena dipikiranya masih dipenuhi oleh teka teki tentang kasus yang sudah hampir seminggu ia terima dari atasnya, tentang kebakaran rumah pejabat teras di komplek mewah. Afa yakin bahwa kebakaran itu disengaja, tapi ketika semuanya harus bertumpu pada antek-antek sang pejabat dan banyak tekanan lainnya, Afa harus hati-hati memecahkan kasus ini.

Afa beranjak dari tempat tidurnya.
“Ka, sudah tidur?”, Sophie kecil mendatangi Afa dan memeluk erat
“Belum, De”, Afa balas memeluk Sophie, baru sadar, Sophie tidak sekecil yang ia fikirkan, ia sudah remaja, tapi ia akan selalu menjadi adik kecil baginya.
“Pulang malem mulu Ka”, Sophie duduk di ranjang Afa
Afa tersenyum , “kasusnya makin sulit, De”
Sophie terdiam, menatap kakaknya lama, tersirat kekhawatir di wajah adiknya, Afa tahu, ada hal yang ingin ia katakan kepada Afa.

“Besok kaka harus presentasi di depan pejabat itu, De. Dan antek–anteknya, Kaka baru pertama kali berhadapan dengan mereka, tapi kaka harus berani memulainya” Sophie masih diam, dan menunduk
“Ka, aku takut kerjaan kakak ini membahayakan diri kaka”, Sophie memeras ujung rok piyamanya, Afa tahu, ia gelisah.

***

Dari analisa forensik dan hasil oleh di TKP, ditemukan beberapa hal yang mengarahkan kalau kasus tentang kebakaran itu adalah atas unsur kesengajaan. Hanya saja ditutupi oleh Pejabat yang bersangkutan dengan seksama agar asuransi atas rumah tersebut bisa di klaim ke perusahan Asuransi. Dari informasi yang diterima, beberapa hari sebelum kebakaran terjadi ada Truck pengangkut besar yang memasuki halaman rumah tersebut. Besar dugaan Afa kalau kendaraan tersebut sedang melakukan pengosongan barang-barang dari rumah tersebut. 

“Afa, bagaimana analisamu” Tanya Pak Joko, Kepala Bidang Kriminal atasan Afa.
“Selamat Pagi Pak, dari analisa saya, Kebakaran itu terjadi atas unsur kesengajaan. Beberapa bukti yang ditemukan mengarah kesana Pak.” Afa mencoba membuka penjelasan tentang kronologi Kebakaran dirumah Pejabat tersebut.

“Rumah itu sudah kosong beberapa hari sebelumnya. Dari hasil olah TKP tidak ditemukan adanya sisa barang-barang berharga yang terbakar, hanya arang dan sisa kayu yang terbakar. Selain itu juga saya berhasil mendapatkan informasi adanya Truck besar yang telah membawa barang untuk mengosongkan rumah tersebut.” kembali Afa menjelaskan.

“Dan lagi Pak. Rumah mewah tersebut telah dilengkapi Fire System yang seharusnya mencegah terjadinya kebaran yang lebih besar. Tapi kenyataanya Fire System tersebut telah di disconnect, sehingga tidak berfungsi. Dan tujuan dari kesengajaan kebakaran dirumah itu adalah agar Pejabat tersebut bisa mendapatkan Klaim Asuransi yang ternyata nilainya cukup besar”

“Begitu analisa saya pak, dengan bukti-bukti didukung oleh hasil laboratorium yang signifikan  berikut referensi nya, kita bukan hanya berspekulasi, tapi berkesimpulan kuat bahwa kebakaran rumah ini adalah di sengaja”

Lebiih dari dua jam Afa berkutat dan berdebat dengan Pak Joko

“Kamu positif dan yakin  bahwa si pejabat ini melakukannya dengan sengaja?”
“Saya sangat yakin,Pak”
Pak Joko terdiam, dagunya bertopang pada kedua tangannya, ia sedang memikirkan sesuatu, Afa tidak dapat menerkanya.
“Oke kamu boleh pulang sekarang, Afa. Kita akan bicarakan lagi esok”
“Baik,Pak”

Afa berbalik meninggalkan ruangan, namun ada keraguan yang sangat ia ingin tanyakan masalah kasus ini, maka tanpa menutup lagi pintunya, Afa berbalik dari ruangannya
“Pak, saya mau bertanya”
“Iya, silahkan”
“Apakah..Bapak akan transparan terhadap kasus ini? Saya tahu, nama baik perusahaan ini dipertaruhkan”
Pak Joko termenung, anak buahnya memang pintar menganalisa suatu keadaan.
“Silahkan kembali ke ruangan atau langsung pulang ke rumah, Afa”

Afa menghela nafas panjang, ada rasa tidak nyaman terhadap atasannya, terhadap kasus ini.

***

Dan siang itu akhirnya Sidang pengajuan Klain Asuransi segera dimulai, Pak Joko yang mewakili saksi Ahli dari perusahaan Asuransi menjelaskan dengan detail dan disertai bukti bukti pendukung tendang Kebakaran dirumah pejabat itu.  Apa adanya dibuka oleh Pak Joko. Disini dia menjelaskan dengan terbuka segala hal yang ia temui selama proses identifikasi.

“Bohong, itu rumah saya terbakar karena adanya arus pendek, bukan karena sengaja…untuk apa saya membakar rumah saya sendiri” Sang pejabat naik pitam.
“itulah yang kami temukan, saya telah melakukan infestigasi lebih lanjut. Rumah Bapak dilengkapi dengan Fire Systemyang seharusnya akan mengurangi efek kerusakan jika terjadi kebakaran. Dan ternyata Fire System itu dimatikan. Fire System tesebut bukan berupa hidran atau air, tapi menggunakan gas FM200. Tentunya bapak tau dan maintenancenya harus dicek berkala oleh teknisi khusus.”
“Dan pada sebelum terjadi kebakaran Fire System tersebut dimatikan, saya mendapatkanya dari log alarm yang dikirm secara onlen oleh alat tersebut ke server Perusahaan penyedia jasa Fire System. berikut datanya pak”. Pak Joko menunjukan selembar dokumen berisi Log aktivitas yang dikirim dari Main Panel Fire System ke server.

Alarm                    Message
Fire System Alarm    974 _JAKARTA2_ 06-FEB-2012 10:54:10  DI0 6. Fire System Manual Disconected
Fire System Alarm    974 _JAKARTA2_ 06-FEB-2012 11:53:16  DI1 6. Fire Detected
Fire System Alarm    972 _JAKARTA2_ 06-FEB-2012 11:54:07  DI0 6. Fire System Fault
Fire System Alarm    972 _JAKARTA2_ 06-FEB-2012 11:56:13  DI1 6. Fire System OFF
Fire System Alarm    949 _JAKARTA2_ 06-FEB-2012 11:57:54  DI0 6. Fire System  Can Not Monitor
 
“Bapak lihat, satu jam sebelum kebakaran Fire System telah dimatikan dengan sengaja. Berdasarkan data ini dan tidak ditemukanya barang-barang dirumah anda, jelas sekali kalo kalau kebakaran ini disengaja. Jika Bapak tidak puas silahkan mengajukan Banding di Pengadilan Negeri” Pak Joko menjelaskan Log Alarm yang dia dapatkan.

Dan sejak sidang petama itu. Pejabat tersebut tidak lagi meneruskan tuntutan klaim Asuransi kepada Perusahaan Asuransi yang menyewa team Ahli Pak Joko dan Afa.


-hans-

Senin, 13 Februari 2012

[Pinangan Pertama #20HariNulisDuet ] Mbah Soed

Tiba-tiba dapet mention dari orang tak dikenal di time line-ku.


 Vika Doumana 
 hari ini dah ada parnter ? cpt jawab sblm gue tidur ...;D


Dan kemudian berbalas tweet dilanjutkan dengan menulis cerpen bersama di email.. ini lah yang terjadi. Sempat berpikir...keren nih yang punya ide, bener bener menumbuhkan jiwa menulis.... 

Ini cerpen pertama dengan menjadi partner, jadi mereka adminya dan saya hanya mengikuti aturan mereka... selanjutnya, semoga ditemukan partner in crime yang lain ;)

 hans 
@ 
Serunya lagi, partnernya gak kenal :)) RT  lagi asik jadi partner  seru... berasa nemu partner in crime >:)


Silahkan dibaca... :)
- - - - - - - - - - - - - - - - - -


#20HariNulisDuet with @ :  MBAH SOED 

 

Sebuah Mercedes Benz E-class terpaksa diparkir agak jauh karena jalan menuju rumah Mbah Soed tidak beraspal dan agak sempit. Selesai memarkir, seorang Laki-laki paruh baya berpakaian safari keluar dan berjalan menuju rumah Mbah Soed. Beliau dapat kabar tentang Mbah ini dari temannya yang sudah menjadi menteri, Sedangkan ia sedang merintis menjadi caleg.

 

Sesampainya di rumah Mbah Soed, Mbah Soed sedang asyik lesehan menikmati rokok kretek dan kopi tubruknya ditemani beberapa pisang goreng dari warung kopi tetangganya di bale depan gubugnya. Tiap hari pemilik warung kopi itu mengirimkannya sebagai persenan karena sejak Mbah Soed banyak kedatangan pasien, warungnya ikut laku keras. 

 

"Mbah Soed? Maaf mengganggu, Bos saya mau konsultasi Mbah." Tanya Pak Supir sopan.

 

"Ah, Pak Murdoyo? Ditunggu pak di dalam! Saya mau ngopi dulu sambil menghabiskan rokok saya ini." Jawab Mbah Soed santai.

 

Pak Murdoyo calon legislatif itu langsung kaget karena Mbah sudah tahu namanya sebelum ia berbicara sepatah kata pun. Lalu ia masuk ke dalam menunggu Mbah Soed menikmati rokok dan kopinya itu. (Mbah Soed punya tea time juga rupanya)

 

Di dalam gubug Mbah Soed, Pak Murdoyo mencoba-coba mencari tempat di deretan kursi kayu dan kemudian ia duduk di kursi yang lebih dekat dengan pintu, tidak terlalu dalam. Baginya ruangan itu begitu pengap dan kotor. Sarung dan pakaian Mbah Soed yang bergelantungan di sebuah tali jemuran yang di ikat sekenanya. Gelas-gelas kotor sisa kopi kemarin lusa yang belum juga diambil oleh pemilik warung kopi di depan sudut gangnya. Beberapa kalender yang meskipun telah berganti tahun tetap saja berada ditempatnya, mungkin Mbah Soed tak pernah memperhatikan angka-angkanya tetapi lebih karena gambar artis-artis karbitan dengan pose seronok dan juga poster kampanye hadiah dari calon Anggota Dewan yang berkunjung kerumahnya. Jam dinding pun sepertinya menjadi sesuatu yang janggal disini. Dinding kusam yang terbuat dari anyaman bambu dan penuh bercak serta sebagian diantaranya telah berlubang digerogoti tikus harus disandingkan dengan Jam dinding mewah.

 

"Paling hadiah dari pak Menteri". Pak Murdoyo bergumam, mengingat kesuksesan rekannya yang baru saja terpilih jadi Menteri. Dan menyarankannya untuk meminta doa dan jimat dari Mbah Soed.

 

"Sudah dibawa syarat dan maharnya Pak?". Tiba tiba Mbah Soed masuk ke biliknya mengagetkan Pak Murdoyo yang sedang mengamati jam dindingnya.

 

"Itu Jam dinding dari Pak Asep, itu lho... yang bulan kemarin kesini bawa mobil bagus dan mulus..eee... Bapak balik lagi kesini bawa Jam dinding itu. Katanya sekarang sudah jadi Menteri di kota." Mbah Soed bercerita bangga sambil menunjuk ke arah Jam dindingya. "Saya sih nggak bisa baca jam, cuma ndengerin bunyi belnya saja pak. ting ting ting... kalo tiga kali berarti sudah jam tiga, waktunya mandiin Si Joko, kambing kesayanganku.., Eh Bapak jadi Menteri itu karena jimat dari ku pak." Mbah Soed menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskan tepat diwajah Pak Murdoyo. Terbatuklah seketika Pak Murdoyo karena asap rokok kreteknya yang Mbah Soed yang lebih mirip dengan foging demam berdarah....

 

”Bu, kopinya satu donk sama pisang goreng. Sepertinya nikmat melihat Si Mbah tadi.” Ujar Pak Supir kepada pemilik warung kopi, sambil menunggu Bosnya selesai konsultasi.

 

”Pasti nikmatlah, orang buatan saya!” Sahut Ibu pemilik warung dengan genit.

 

”Enak, masih hangat!” Goda Pak Supir kepada pemilik warung.

 

”Bu, heran saya, Bos saya itu lulusan Luar negeri loh tapi masih percaya yang beginian, kurang apa coba, masih nggak percaya diri juga jadi Caleg.” Ujar Pak Supir lagi.

 

”Eh, hati-hati loh kalau bicara Mbah Soed nanti dengar bisa dikutuk kamu!” Jawab pemilik warung.

 

”Masa?” Tanyanya kaget.

 

”Iyah, walaupun saya tidak terlalu yakin tapi Mbah Soed itu pembawa rejeki disini. Sejak Mbah banyak tamu warung saya jadi ramai.”  Sahut Pemilik warung lagi.

 

”Iyah juga sih, yah moga-moga aja Bos saya menang dan jadi menteri juga, soalnya sudah banyak uang yang dihabiskan sejak mencalonkan diri jadi Caleg.” Cerita Pak supir.

 

”Pastilah, itu menteri yang baru konsultasi sama Mbah, lho!” Promosi Ibu Warung lagi.

 

”Iya sih Bu, Si Bos juga dengarnya dari dia.”

 

Di dalam bilik gubug,”Puhhhh!” Mbah menyemburkan air teh hasil kumur-kumurnya ke muka Pak Murdoyo.

 

Demi jabatan yang diinginkannya ia menerima mentah-mentah semburan itu, sambil menahan muntah akibat bau mulut Mbah Soed.

 

Selesai Konsultasi dan memberikan amplop uang yang disiapkan ia keluar dari dalam gubug sambil mengeluarkan sapu tangannya, mengelap air semburan tadi. 

 

...

 

Pemilihan Calon Legislatif telah berlangsung tetapi Nama Pak Murdoyo tidak disebut-sebut juga, hanya satu itu pun suara dari supirnya.

 

Terbayang perjuangan demi ikut Pesta Rakyat itu, berapa miliar uang yang telah ia habiskan untuk sogok kanan kiri. Belum lagi tabungan yang terkuras habis dan hutang yang sepertinya tak tetanggungkan lagi. Dunia tiba tiba menjadi gelap, dan Pak Murdoyo pingsan ditempat.

"Pak...pak bangun pak...!". Suara panik dari sopir pribadinya yang ikut merasakan suasana hati bosnya itu. Baginya ini juga akhir karirnya sebagai sopir calon pejabat. Kemewahan yang ia rasakan beberapa bulan terakhir sepertinya ikut menguap bersama impian bosnya. Kembali menjadi tukang ojek.

 

Pak Murdoyo akhirnya terbangun dari pingsannya, pandangannya kosong. Dunia gelap yang baru saja hadir sepertinya tak pernah kembali terang. Hanya beberapa kalimat yang selalu ia ucapkan berulangkali dengan lirih seperti meracau tak jelas. " Pak dewan...pak menteri.. pak pejabat..." kemudian suara itu berulang dan semakin tak ketara yang diucapakanya. Dia gila.

 

Berita kekalahan Pak Murdoyo ternyata juga berimbas langsung pada praktek dukun Mbah Soed. Masa keemasannya pun berlalu, namanya sudah tereleminasi dari jajaran paranormal yang disegani. Tak ada lagi pisang goreng hangat dan segelas kopi tubruk karena pemilik warung kopi pun gulung tikar karena sepi pengunjung. Rokok kretek yang masih menempel disudut mulutnya adalah rokok sisa kemarin yang ia bakar dalam beberapa hisapan kemudian dimatikan agar besok masih bisa di hisapnya kembali, sebatang cukup untuk dua tiga hari kedepan. 

 

Hanya suara denting jam dinding sisa masa jayanya. Ya setidaknya dia masih bisa mendengarkan jumlah dentingnya untuk mengingatkanya kapan dia akan memandikan Joko.  



-hans-

13022012

Senja Jingga...

 

Tiga Jam lamanya dan kemudian seperti terlepas dari siksaan itu, rasanya seperti menemukan kehidupan baru. Pyuh…!! Setelah melewati tanjakan berbatu yang terjal di antara semak dan ilalang, beberapa kali berjalan melipir memutari jurang dalam yang terbuka. Nyali ini begitu diuji, adrenalin-adrenalin seperti mengalir memompa jantung ini lebih cepat. Hampir putus rasanya. Perbelakan yang ku packing rapi dipunggung ini pun semakin tak nyaman. Backpack dengan airsystem yang katanya mampu mengurangi rasa berat, nyatanya terasa semakin berat saja. Belum lagi tanjakan dan turunan yang entah berapa puluh kali kulalui. Inikah yang kucari? Melepaskan kepenatan diri dari sesaknya mimpi-mimpi di ibukota?

 

Ayak-ayak, memang mantap melewati jalur yang berlabel merah ini. Kendati sudah di tutup untuk jalur pendakian umum, tapi masih saja jadi pilihan diantara kami yang merasa tertantang dan butuh sensasi gila. Tentunya kami melewati nya dengan sembunyi-sembunyi dari Ranger TNBTS. Kali ini aku memilih jalur ini, sekedar ingin mencoba karena Jalur Ranu Pani–Ranu Kumbolo yang lebih landai melewati Pos Watu Rejeng sudah pernah kulewati beberapa kali. Dan perjalanan kali ini pun kujalani untuk mengobati kerinduan yang memuncak, setelah sekian lama berdiam diri diantara kubikal-kubikal yang  lebih senang aku menyebutnya sebagai meja eksekusi atas sebuah status pendidikan.

 

Batuan rapuh yang tidak mempunyai cengkraman kuat diantara tanah-tanah dingin yang juga hampir sama tanpa ikatan kuat dari akar hijau. Hanya ada ilalang di sepanjang bukit ini, sedikit di sisi disebelah kiri yang ditumbuhi rimbun pepohonan, sedangkan sisi kanannya adalah jurang dalam tanpa pelindung. Apakah seperti itu perasaan yg menemani perjalananku ini. Dan sepertinya hampir sama, seperti berada di titik tejauh dari kehidupan, saling memperhatikan tapi tak ada ikatan yang menyatukan. Dan aku berada disana, diantara kebimbangan itu. Berjalan sendiri di sabana panjang ini, mengikuti jalan setapak yang kadang akupun ragu, akan dibawa kemana langkah kakiku ini.

 

“Kamu jadi mendaki ke Semeru?”

“Sendirian kamu kesana? Kenapa teman-temanmu tidak ada yang kau ajak” teringat kata yang tercipta di beberapa malam terakhir, yang terus menghawatirkanku. Memang bukan pertama ini aku ke Semeru, tapi kali ini aku berjalan dengan perasaan hati yang berbeda. Yang dulu lebih banyak dikejar oleh pemenuhan ambisi dan egoisme dimana tak pernah ada tawaran yang kutolak dari ajakan pendakian. Tanpa memperhitungkan berapa kali aku pernah kesana dan apa yg kucari. Perjalanan kali ini sepertinya ada sesuatu kerinduan membuncah yang harus segera kuluapkan, Ya… mungkin seperti letupan awan panas yang masih sering keluar dari Kawah Jonggring Saloko diatas sana.

 

***

 

 

Sore ini, kabut tipis menyelimuti danau indah di tengah Pegunungan Jambangan yang tercipta dari massive kawah yang membeku. Dingin yang menusuk tajam tapi mencanduiku untuk sekedar menyapanya kembali. Garis awan tipis diangkasa adalah ornament terindah yang menyambutku. Dan kuntum edelweiss yang merekah tentunya adalah sebuah jamuan istimewa yang tak akan pernah tergantikan. Aku disini, kembali dalam rengkuhan alam, bercumbu dengan sejuknya udara dan menari bimbang dalam pelukan kabut Ranu Kumbolo.

 

“Andai engkau ada disini..” gumamku

“Dan suatu saat nanti kau akan menemaniku disini, duduk menikmati senja yang merajuk…”. Seperti senja yang sedang kunikmati, tanpamu…

 

Angin dingin berhembus menggoyangkan bunga-bunga ungu yang tumbuh dari arah Tanjakan Cinta, sepertinya mengguggah dan menunjukanku arah yang harus kutuju, Pucak Mahameru. Tapi tidak untuk kali ini, aku hanya ingin berada disini menikmati gemerlap air yang memantulkan senja jingga. Membiarkan hatiku melebur dalam dinginnya udara Tengger. Semakin melebur dan semakin hilang, hingga rasaku menyatu dengan suasana ini. Aroma dalam yang terus mengusiku, Kau disana memperhatikanku tapi tak mampu kusentuh.

 

“Sinar namamu, seperti cahaya yang selalu menerangiku meski tanpa kau sadari…” Kusebut namamu, sepertinya terlalu sering kusebut namamu. Dalam setiap tulisan yang tak pernah henti kau rangkai. Aku mengagumimu dalam setiap pilihan kata yang kau gunakan untuk menceritakan kisahmu. Dan aku selalu ada disana… Sama seperti kau ada disini dalam perjalananku kali ini. Dalam sebuah kotak nasting yang kau sisipkan saat mengantarku dalam kekhawatiran kemarin. Kutemukan sepotong makanan berkalori tinggi dengan bentuk hati… berwarna putih dalam rasa coklat. Hm… Sepertinya rasa ini semakin melebur dalam kabut dingin Ranu Kumbolo ini.

 

Langkah ini yang menemaniku meninggalkan sejenak kepenatan ibu kota, yang semakin membuatku melupakan permainan imajinasi. “Ngiri banget dengan kretifitasmu…” sebuah tweet dengan hashtag nomention yang kukirim dalam timeline yang hanya terpampang namamu disana. Akankah hanya mengagumimu dalam garis waktu itu? Kemudian tertimbun tweet lain dan menguap seperti air danau yang terkena sinar matahari pagi. Akankah? Karena sebenarnya memang tak pernah kutemui dirimu disini, dalam setiap perjalananku, dalam setiap pendakianku, dalam setiap puncakku. Tidak seperti yang sering ku temui dalam tulisan petualanganmu. Kau merangkainya dengan apik meski tak pernah kau jalani.

 

Mungkin nanti, aku akan mengantarkanmu mewujudkan mimpi-mimpi yang ada di tulisanmu… tentang tempat yang indah ini, tentang pendakian yang melelahkan, dan tentang puncak dimana aku akan selalu menemukanmu…

 

"She’ll be coming round the mountain, when she comes…" nyanyianku lirih...

 

 

- - - - - - - - - 

hanya tulisan gak jelas dan #nomention, terinspirasi dari sebuah tweet dan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Abah Iwan Abdurrahman.Dan tentang kerinduan merangkai kata... 

 

 

hans

www.trihans.com