Sabtu, 01 November 2008

Ranu Pani, love never end..



“ Aku ajak dirimu bercumbu dicerukan bumi ini
Berdua menikmati hangatnya kabut Tengger
Dalam selimut malam yang mulai menyendiri
Berpacu menyetubuhi pasir-pasir remuk itu…


Rebah dalam putaran waktu
Menikmati sejenak keindahan alam
Aku terlelap diantara ilalang yang berkumpul manja
Memaksaku untuk tetap disini…


Selalu bersama dalam lembah kehidupan
Menyapa luasnya hamparan ini dari ujung keujung
Semua semakin penuh pesona
Saat basah hujan menyimak setiap langkah kita


Meninggalkan jejak langkahku
Yang pasti kan ku ambil kembali nanti
Agar nodanya tak mengotori sucimu
Ah… aku semakin terjerat dalam cinta-cintamu
Diantara ilalang itu dan lembutnya pasir Bromo..”


***

Kupacu motor Supraku ini dihamparan Segoro Wedi Bromo yang seolah tanpa ujung, karena memang ujungnya tak mampu aku lihat. Malam ini begitu gelapnya, bahkan gugusan Gunung Batok disebelahku, Pura dan Kawah Candradimuka itu tak terlihat. Hanya patok-patok pembatas yang menuntun arah motorku. Daoi Fani yang membonceng dibelakangku pun kelihatan cukup payah menikmati medan pasir ini, entah berapa kali kami terjatuh terjerembab karena pasir yang tak ber-masa ini. Terkoyak hancur saat roda-roda motorku menginjaknya.

“srakkk…..” aku terjatuh lagi, seperti tak mau bangkit aku rebahkan sebentar tubuhku dilautan pasir ini sambil saling tertawa menimati petualanganku ber-off road ria menjelang malam ini.

Tak banyak yang mampu aku lihat disana, hanya merah lampu motor Hero dan Dadang yang jauh didepan sana, merekapun sama kepayahan melahap rute pasir ini. Selain mereka, terlihat juga lampu-lampu hotel yang samar karena kabut yang terlihat diatas perkampungan Ngadas. Bagiku malam ini lampu-lampu itu seperti mercusuar navigasi yang menuntun langkahku, aku harus menjauhinya melewati trek pasir tanpa jalur ini.

Biasanya aku melawati setengah rute pasir ini, start dari gerbang Bormo sampai ke sekitar bukit teletubies, tapi malam ini ternyata aku mengikuti guide-an Hero, untuk melewati jalur pananjakan, melewati turunan yang sangat curam, andaikan naik aku yakin motorku tak sanggup melewatinya. Dilajutkan menempuh rute pasir ini… melintasi bekas kawah purba dataran Tengger dari ujung pananjakan sampai hamparan padang rumput ditenggara kawah Bromo.

-Savana Punggungan Bromo-

***

Ah!! Panas ini sudah cukup membuncah dikepalaku rasanya. Keringat hangat terus mengalir dari pori-poriku. Gerah dimana-mana, semua yang kutemui pun sambat satu hal yang sama, Surabaya yang semakin panas. Aku serasa tak sanggup lagi untuk bermandi peluh dikamar kos ku ini, mungkin suhu 35 derajat Celcius sudah dilaluinya. Hujan belum juga mengguyur tanah disekitar Ketintang ini. Tujuh tahun aku tinggal dikota ini, belum juga aku mampu beradaptasi dengan panasnya.

Teringat status chat room-ku di YM,”Ranu Pani, 2300m DPL”. Aku pingin banget kesana lagi. Padahal tahun ini sudah kesana tiga kali. Mengunjungi desa tertinggi di dataran Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), dengan ketinggian 2300 meter Diatas Permukaan Laut. Sangat damai, sejuk…dingin…, dan tentunya seperti ada magnet kuat yang kutub-kutubnya selalu menarikku untuk kesana lagi. Apalagi dengan adanya Hamparan Savana Bromo, dipunggungan kawah Bromo dengan bukit-bukit kecil berbentuk seperti bukit rumput tempat bermain Tinkiwingky,Dipsy, Lala dan Poo. Makanya banyak orang menyebutnya bukit Teletubies.

Tak lama, dengan semangat untuk minggat dari kota ini, aku temukan 4 teman dari JPers Surabaya (Jejak Petualang Community). Hero, Daoi Fani, dan mas Dadang. Kami berempat sepakat untuk naik dua sepeda motor kesana.


[Sabtu, 25 Oktober 2008, pukul 2 siang]

Aku sudah berada diujung utara kota Surabaya, tepatnya di seberang Hotel Antariksa. Aku sepakat untuk menjemput Daoi Fani disini. Jalanan yang panas dan macet, semakin meningkatkan semangat yang sudah stadium satu ini untuk melanjutkan minggat ke Ranu Pani.

Hero dan Dadang juga sudah berangkat dari tengah kota ini, kami berjanji untuk ketemu disebelah jembatan Layang Sidoarjo. Sebelum bersama menuju kekawasan TNBTS, hari ini jalur yang aku pilih adalah jalur tengah lewat Pasuruan, karena jalur Tumpang-Ranu Pani sedang longsor dan ditutup. Tak mau ambil resiko kami pun berniat melewati lautan pasir Bromo, meskipun bisa saja kami sampai disana sudah gelap.

Lagi dan lagi, aku menikmati perjalanan ini, 105 km/jam angka maksimal yang mampu aku capai dijalanan Bangil Pasuruan yang luas dan rata dengan aspal barunya. Diteruskan ke Pasuruan, sampai akhirnya terjadi sedikit perdebatan, aku minta lewat Tongas, tapi hero lebih menyarankan lewat Pananjakan. Berhubung aku belum pernah melewati jalur ini, akupun menyetujuinya.

Melewati desa Tosari, hari sudah gelap, lewat maghrib. Terus menanjak dan hanya 2 motor kami yang membelah bukit berkabut yang ujung atas sana adalah pos Pantau Pananjakan. Bukit tertinggi dengan pemandangan TNBTS yang luas dan indah tentunya. Teringat seorang sahabat JPers yang mendadak mudik ke Surabaya dari Batam, Mba Dian. Yang malam ini mau melewati liburan Deepavali, hari besar orang India dan Pakistan, di Puncak Pananjakan. Aku pun sempat ber-sms dengan mba Dian, kalo kami akan melewati Bromo, semoga bisa ketemu di lautan pasir Bromo.

Jalanan berkabut tebal yang basah dan dingin, jarak pandang tak lebih dari 10 meter. Dengan kanan kiri adalah jurang yang tak kami kenali. Semakin menurun, lama-lama semakin terjal. Dan sampailah kami diujung jalanan aspal menuju ke lautan pasir yang terhampar tanpa ujung karena gelapnya.

Berhenti sejenak, perjalanan malam ini kami lewati dengan jatuh bangun dilautan pasir, Segoro Wedi Bromo. Dari yang semula terlihat rute bekas Jeep, sampai akhirnya hanya pasir yang terhampar tanpa track. Bebas kami memilih jalanan disini tanpa marka, apalagi polisi tidur.

***

Selepas Track pasir yang melelahkan, dan sedikit kenang-kenangan dikaki karena saat jatuh menyentuh knalpot motorku, sampailah kami di padang rumput Bromo, hamparan indah yang selalu aku rindui untuk sekedar rabahan disana. Ah sayang!! Gelap dan berkabut, malam ini aku hanya melewatinya. Meskipun tracknya sudah jelas karena sering dilalui, tapi beberapa jalur masih berpasir dan licin. Sampai akhirnya kami tiba dijalanan yang sudah di cor yang membelah hampir separuh padang pasir ini.

Karena semakin basah oleh gerimis, motor-motor kami hanya melewatinya tanpa berhenti, tarus naik hingga sampai di pertigaan Jemplang, dan terus sampai di Ranu Pani, Sebelum singgah dirumah Pak Tomas, Tasrip Home Stay, kami ingin mencicipi Bakso di depan pos perijinan Semeru. Dingin ini begitu nikmatnya makan Bakso panas. Ditambah beberapa gorengan dan peyek kedelai… ternyata kenikmatan itu cukup mahal kami harus membayarnya. 4 mangkuk bakso dan beberapa makanan tadi dihargai Rp 52.000,- cukup mahal untuk kantong petualang miskin seperti kami... :P. Tapi tak apalah, sekali-kali jadi wisatawan edan..haha…
***

Pak Tasrip, pemilik Tasrip Homestay

Dirumah Pak Tomas, Kepala desa Ranu Pani, seperti biasanya jika kami aku menginap disini kami ditemani Pak Tasrip, ayahnya Pak Tomas. Bercerita panjang lebar tentang TNBTS, suku Tengger dan upacara-upacara adatnya. Beliau pindah dari Lumajang sekitar tahun 80an. Mungkin saat itu sedang booming lagu Dansa Ranu Pane-nya Gombloh.

Suku Tengger mendiami beberapa bukit dipenjuru arah kawah Bromo. Terdapat dalam 4 kabupaten. Tosari di sekitar Barat Laut merupakan kabupaten Pasuruan. Ngadas di Sebelah Barat Daya ikut kabupaten Malang. Desa Sumber di Timur Laut masuk Kabupaten Probolinggo, dan Ranu Pani disebelah Tenggara, merupakan desa yang tertinggi disana, ditengah kawasan TNBTS, ikut kabupaten Lumajang, dengan kota terdekatnya Senduro sejauh 28 km keselatan. Dan sebagian sudah berbaur dengan pendatang dari kota-kota disekitar Tengger. Dari beberapa desa itu Ngadas adalah desa Tengger dengan budaya yang masih kental, lokasinya tepat disebelah barat kawah, diatas punggungan Bromo.

Suku Tengger masih taat dalam menjalankan budaya turun-temurun dari leluhurnya. Seperti Yadnya Kasada, Unan-unan, Karo dan upacara-upacara lainya. Kasada merupakan upacara pesembahan dari rakyat Tengger sebagai rasa besyukur dengan melempar hasil bumi kekawah Candradimuka. Upacara ini cukup tekenal, bahkan jika sedang berlangsung, hamparan lautan pasir Bromo penuh oleh warga Tengger dan wisatawan. Sedangkan upacara Unan-unan, adalah upacara untuk mencegah bencana buruk di sekitar Tengger. Bulan Juli tahun ini aku sempat ke Ranu Pani saat itu aku begabung dalam pendakian BUSER Semeru bersama milis Jejak Petualang dan milis #pendaki Indonesia. Bertepatan dengan upacara Unan-unan yang diadakan selama seminggu. Upacara ini diadakan setiap sewindu sekali. Karo, atau hari raya suku Tengger. Setiap warga Tengger akan menjamu tamu-tamu nya dengan makanan yang banyak, tak akan kelaparan jika kita berkunjung kesana. Budaya adat ini sungguh menunjukan betapa ramahnya mereka dengan tamu atau pendatang yang berkunjung kerumahnya.

Tak terasa, dingin malam Ranu Pani ini kami lewati dengan perbincangan hangat, inilah saat-saat yang selalu mengisi malam berbaur bersama sahabat alam, masa yang selalu aku rindukan. Kami berlima duduk diperapian belakang. Hangat sambil meminun secangkir teh hangat yang aku siapkan. Malam ini kami menunggu kedatangan rombongan Om Mbenk dan beberapa pendaki dari Malaysia yang akan summit ke Semeru besok. Tapi mereka tak kunjung datang, dan kami pun terlelap dalam selimut hangat di Tasrip Home Stay.

-Tasrip Home Stay-


[Minggu, 26 Oktober 2008, jam 6 pagi]

Seperti sudah menjadi ritualku, tak sah jika kesana tidak memutari dua danau di desa itu, danau Ranu Pani dan danau Ranu Regullo disebelah timurnya. Setelah memutari danau itu, kami pulang kembali ke rumah Pak Tomas, dan tetap masih tak kutemui rombongan pendaki itu. Dari pada menunggu maka kami sempatkan untuk kembali ke hamparan Savana Bromo.

Disavana ini aku memilih rebahan diatas ilalang, Daoi Fani dan Dadang memilih untuk jalan-jalan kebukit terdekat, dari pandangan mata memang bukit itu serasa dekat, tapi sebenarnya jauh. Aku hanya sempat ngomong kalo bukit itu jauh ada sekitar satu kilo meter dari tempatku rebahan. Tapi mereka nekat, aku pun melanjutkan menikmati savana ini. Hero meminjam hp ku, dia nelpon komandan Obie dan Tante Nhanha. Saat menelpon tante nhanha inilah… tiba-tiba terdengar suara histeris disana

“kohan… Aku kecelakaan.. kereta yang aku naiki anjlok.. semua berterbangan, bergonyang kanan kiri.. horor banget….”. Ternyata kereta yang dinaiki tante anjlok dari rel-nya. Alhamdulillah untung tidak terjadi apa-apa.

Saat aku masih menikati hamparan ini, rombongan Om Mbenk datang. Ada Rera yang ribut minta ampun, Jager, Kucing, Sinyo dan 8 pendaki dari Malaysia. Kami berempat diberi Kaos Volcano Challenge, hadiah yang pantas untuk perjuangan kami samalam disini,hehe.. berfoto dan bernarsis bersama dengan Background bukit-bukit rumput yang indah itu.

-savana bromo, bukit teletubies-

***

Kami berempat melepas team pendakian ini sampai di ujung jalan beraspal, hingga mereka pergi menyusuri jalanan menuju puncak Semeru. Menggapai puncak impian pendaki ditanah jawa, Mahameru 3.676m DPL. Hujan deras mengawali langkah mereka, juga jalan kami menuju pulang ke Surabaya. Jalanan yang licin dan menurun sepanjang rute tapi ramai oleh beberapa rombongan bikers. Rencana pulang ini, akan melewati Tumpang dan singgah di Malang, di Pondok Gunung, toko peralatannya Om Bonie.

Memang jalur antara Coban Trisula dan Coban Plangi ditutup, hanya satu motor yang bisa melewatinya. Beberapa titik terlihat bekas longsor. Sementara Jeep pendaki tidak bisa melewatinya, harus memutar lewat Pananjakan.

Setelah memborong beberapa peralatan pendakian di toko adventure itu, kami langsung pulang ke Surabaya, jalanan masih basah, dan hujan tetep menemani. Hingga aku tak bisa memacu motorku secepatnya karena jalanan yang licin. Bahkan saat melewati Sidoarjo hujan dengan begitu derasnya sampai ke Surabaya lagi.

Memasuki kamarku yang masih hangat, mungkin hujan belum lama turunnya. Karena tubuh yang belum adaptasi dengan panas Surabaya, malam ini akupun merasa aneh. Huh!!! Panas lageee……. :O



Sejuta Terima Kasih untuk

-Hero, Daoi Fani, dan mas Dadang yang telah menemani minggat-ku ke Ranu Pani, besok kita ulangi lagi
-Mas Tomas dan Pak Tasrip, untuk Home Stay dan kehangatan Ranu Pani, ijinkan kami berkunjung kembali.
-Om Mbenk, untuk kaosnya :D
-Rera,… Selamat atas puncak Mahameru.
-TNBTS… selalu…



-koHan-
[kohan2282.multiply]

Ranu Pani, love never end…

** Foto lengkap ada disini

-Peta TNBTS kuambil dari Google Earth-

==============================================================
Tulisan ini telah menginspirasikan beberapa teman untuk berkunjung ke Ranu pani, dan juga pembuatan Group Facebook : Rapu Pani "Serpihan Surga" , Tujuan dari pembuatan Group tersebut adalah untuk mengumpulkan cerita perjalanan / foto  dengan background TNBTS. Dimana Ranupani sebagai pintu memasuki pendakian ke Gunung Semeru, jauh dikenal diluar negeri tapi kurang dikenal dinegeri sendiri, bahkan tumbuh menjadi desa tertinggal dengan akses jalan yang susah dan rusak parah. Serta tingkat pendikikan yang masih memprihatinkan, dengan hanya sebuah Sekolah Dasar, sedangkan untuk tingkat lanjut harus turun ke desa terdekat dengan jarak lebih dari 20km.

Dansa Ranu Pane
by : Gombloh

tu.. wa.. tu.. wa.. ga...

Bukumu dialang-alang engkau kan membaca
dilekuk terjal bukitan kau kan bicara
dibalik embun menebal engkau kan bersenandung
dilereng pinus berjajar seakan termenung

berdansa bercanda senada diranu pane
diskusi bernyanyi bermimpi diranu pane

diriak air yang jernih kau basuhkan kaki
diudara yang bersih kau tulis puisi
digemah ripah kehidupan kau bayangkan kita
ditangkai daun keladi kau tulis sang mantra

berdansa bercanda senada diranu pane
diskusi bernyanyi bermimpi diranu pane

==============================================================


22 komentar:

Dee An mengatakan...

Baca tulisan mu jd kangen pgn balik kesana lg han :-)
Mlm itu mobilku jg s4 ngelewatin jln yg salah. Jln ny sempit cm pas utk 1 mobil. Jd bgitu nyadar slh jln, qt udh g bs puter blk. Mau g mau hrs terus..
Untung aja qt nyampe di pos TNBTS walau lwt jln yg slh

HANS ' mengatakan...

yah..kesana lagi dan kesana lagi, nggak bosen deh, TNBTS memang menakjubkan

Dee An mengatakan...

Iya han.. Aq 3 kali kesana. Dan masing2 pny kisah n kenangan ny sndiri :-)

doi fani mengatakan...

Bokong q panas kang...perih pedes...tp nagih...

HANS ' mengatakan...

pernah ke bukit teletubiesnya? jauh lebih ngangeni, hamparan savana yang luas.. dibatasi punggungan bromo dan tebing bekas kawah purba...makyuss,

HANS ' mengatakan...

mau lagi mas.. ;))

DhaVe Dhanang mengatakan...

weh catper lagee neh..
jadi inget Wagiman, putra aseli ranu pani yang selalu setia menemani sampai Ranu Kumbolo dan jadi penjaga tenda. Kapan bisa kesana..?

HANS ' mengatakan...

capter lagi, berarti jalan2 lageee...

Guruh Andrianto mengatakan...

Mau nganterin aq ke sana Han?

dadang yulianto mengatakan...

masih ngakak han aq jika inget kalian pas jatuh...motor masih posi2 miring...kok dua penunggangnya udah tiduran diatas pasir..hahaha

HANS ' mengatakan...

monggoh mas diatur aja jadwalnya :)

HANS ' mengatakan...

haha, lebih dari 4 kali aku terjatuh mas.. itu yang paling telak, sampe terlempar dari motor.

Fatim Nur Aini mengatakan...

Kapan ya bisa ke sana?

Fatim Nur Aini mengatakan...

mahameru ....
akankah hanya sebatas impian?

HANS ' mengatakan...

kapanpun jika kamu mau ....yukkk

HANS ' mengatakan...

kenapa hanya sebuah mimpi? wujudkan dong...

Sri Sarining Diyah mengatakan...

confirmed!
makasih ya ;)

HANS ' mengatakan...

makasih mba...semoga bisa meramaikan dunia MP...
aku juga jatuh cinta sama MP :)

akuAi Semangka mengatakan...

hwaaa,, jadi pengen ke Bromo atau Semeru..
fotonya keren2 euy!
tapi mau ke Baluran dulu ah..

HANS ' mengatakan...

mampir aja sekalian kan masih diseputar jawa timur ;)

Maztrie™ Utroq mengatakan...

Terimakasih atas berbagi cerita untuk anak negeri dan Ibu pertiwi...!
_________________________________________________________________________
Confirmed as a participants of The Event Traveling Indonesia With...! [uth]

HANS ' mengatakan...

Terima kasih juga, hanya berbagi sesuatu yang aku nikmati.. :)

Kemarin di Ranupani, Aku kehilangan seorang yang selalu menemani kami bercengkrama di Ranupani. namanya pak Tasrip. pemilik Tasrip homestay. Bapaknya pak Thomas kepala desa Ranupani. ada di tulisan ini..

Beliau telah meninggal dunia 30 Juni lalu.. hiks...