Jumat, 01 Juli 2011

Caving Goa Kali - Gombong, petualangan terdekat dari rumahku…

 

Pegunungan selatan, saat aku kecil mengenalnya sebagai batas pandangan mata terjauh di sisi barat dari tempat aku dilahirkan. Pegunungan kapur yang membujur dari pantai selatan hingga keutara bertemu dengan perbukitan Serayu. Di sisi selatan ada tempat yang cukup terkenal, Pantai Karang  Bolong namanya, sebuah fenomena yang diakibatkan dari Batu karang yang terkikis oleh Delta Sungai dan deburan ombak Pantai Selatan pada kedua sisinya, menyebabkan barang itu berlubang tembus ke dua sisinya. Diatas perbukitan itu, tepat diatas karang-karang tajam yang setiap saat dihantam ombak terdapat Goa yang dihuni oleh ribuan burung lawet. Burung itulah yang kemudian menjadi symbol dari logo Kabupaten Kebumen.

 

Kali ini tidak jauh dari Goa Karang Bolong, sekitar 4km dari pantai selatan. Kami mencoba menjelajah kedalam perut bumi, Goa Kali namanya. Berada di Desa Rejodadi kecamatan Buayan. Memang Pegunungan Selatan ini merupakan pegunungan yang didominasi oleh batuan kapur dan memiliki banyak Goa, ada sekitar 243 goa. Sebelumnya aku hanya mengenal Goa Petruk, Goa Karang Bolong dan Goa Jatijajar yang memang sudah di kelola oleh pemerintah daerah Kab Kebumen menjadi objek wisata. Dan tidak jauh dari Goa Kali juga terdapat beberapa Goa lainya, seperti Goa Simbar. Kali ini kami hanya berkesempatan memasuki satu lorong panjang yang dihuni oleh kelelawar dan air mengalir sepanjang lorong goa.

 

 

Tidak lebih dari 30 menit waktu yang ku tempuh untuk menemui kawan-kawan JPers yang sebenarnya sudah biasa aku temui di Jakarta. Dan sekarang aku menemui mereka tidak jauh dari rumah keluargaku di Gombong. Kebetulan aku mengambil cuti pertamaku sejak 6 bulan menjadi warga Jakarta. Dari informasi sebelumnya mereka akan mencoba menelusuri Goa Petruk, tapi mereka malah memintaku untuk menemui mereka di depan Polsek Buayan. Faries, Begundal Wahyou, Dimas, Ipui datang langsung dari Jakarta. Hero datang langsung dari Surabaya yang sebelumnya menjemput Cempluk dan kang Arif YKT di Purworejo. Maka kali ini Gombong menjadi tempat berkumpulnya beberapa JPers 4L.

 

Lama menunggu akhirnya datang juga, Guide yang kami tunggu, mas Yos yang berdomisili di sekitar Goa Petruk, dengan dua orang temannya yang datang langsung dari Bandung. Mas Heri dan mas Unu. Kami saling berkenalan kemudian menuju ke Desa Rejodadi. Menyusuri jalan kecamatan yang berujung di Pantai Selatan ini, sudah banyak berlobang di beberapa bagian. Tidak jauh dari pertigaan Kecamatan Buayan kemudian berbelok ke arah barat. Melewati kolam renang yang ternyata air kolamnya diambil langsung dari dalam Goa Kali yang akan kami jelajahi nanti.

 

Sebuah rumah tembok, tepat dibawah tanjakan curam. Hero, Dimas, dan Wahyu yang berboncengan bertiga mencoba melewati tanjakan itu, tapi Nihil, yang terjadi malah Dimas terjatuh dengan luka gores di dengkulnya, belum lagi si Hero yang kepayahan karena motor yang mereka naiki akhirnya pun mundur melewati turunan. Korban pertama …Gas Pol rem Blong… Mas Yos, Pak Heri dan mas Unu terlihat sibuk mempersiapkan peralatan untuk Caving nanti. Mereka terlihat cukup professional, meskipun hanya Hobby, mereka melengkapi peralatan untuk keselamatan diri. Tali Kermantel, Karabiner, Vigur 8, Harnes, Wearpark dan tentunya beberapa Helm yang mereka bawa untuk melindungi kepala. Aku tidak membawa banyak peralatan. Kebetulan hanya membawa headlamp, drybag dan beberapa peralatan standar yang selalu kubawa saat melakukan perjalanan jauh.

 

 

Petualangan pun dimulai

 

 

Pukul 11 lewat, setelah mempersiapkan diri dan melengkapi dengan senter kami memulai penjelajahan ini. Tanjakan curam kami awali hingga dua pertiga ketinggian bukit didaki, kemudian berbelok ke kanan memasuki ladang jati milik warga. Beberapa warga kami temui sedang mencari kayu bakar. Dari ladang Jati itu mas Yos mencoba mencari celah goa yang merupakan pintu masuk, seperti tertutup semak-semak… tapi ternyata salah dan harus kembali mendaki dengan memutari ereng-ereng bukit kemudian kami mendengar air terjun yang cukup deras, bukan dari atas tapi dari dalam pintu goa yang menjorok ke bawah. Dan air itu terjun bebas ke lobang yang entah dimana ujungnya… Itulah pintu Goa Kali yang kami jelajahi. Dengan batuan Kapur dan Karts yang tajam, serta sebuah lorong gelap menyambut kami.

 

Masing-masing mempersiapkan diri, hero membantuku mebawakan ceril 35 liter yang tidak berisi penuh dan hanya berisi makanan. Sedangkan aku hanya membawa drybag yang berisi kamera. Wahyu dan Dimas sibuk mengambil gambar dari Handycam. Mas Yos dan Pak Heri mencoba memasuki memeriksa mulut goa yang akan kami Jelajahi…. Dan Semua berkumpul dipintu, kemudian bedoa demi keselamatan bersama… “JPers Caving… Gooo!!!” setelah berdoa kami menyerukan yel yel penyemangat dan… Penjelajah Goa Kali dimulai.

 

 

Mas Yos dan Pak Heri menjadi leader team yang berjumlah 11 orang ini, sedangkan JPers yang lainnya berjalan beriringian melewati celah panjang yang gelap ini. Air sepanjang jalan kami lalui seperti menyusuri selokan dengan berbagai kedalaman. Mulai dari yang hanya sedalam betis sampe setinggi dada orang dewasa pun kami temui. Ornamen Goa dengan Stalagatit dan Stalagmit banyak kami temui didalamnya. Sebagian diantaranya terlihat masih tumbuh dengan warna yang lebih cerah. Mirip seperti adonan roti yang lumer… ahhh… cantiknya goa ini.

 

 

Bukan Sendal, tapi Sepatu!!

 

Srak…!! Faris yang berjalan didepanku melambatkan langkahnya. Ternyata sandal gunung yang ia kenakan putus talinya. Maka sepanjang jalan sampai tempat istirahat dia harus merangkak, karena batuan yang kami pijak bukanlah batuan rata, tapi didominasi oleh karts tajam yang menyakitkan jika di injak tanpa alas kaki, tak jarang kulit kaki dan tangan kami pun harus rela tergores saat menyentuh permukaan runcing batuan itu. Dan kali ini sedikit pelajaran berharga kami temui disini… Sandal Gunung bukanlah peralatan yang aman untuk menjelajah atau beraktifitas di alam. Sandal hanya digunakan untuk aktifitas santai saat kita sudah sampai di base camp. Sedangkan Sepatu adalah suatu keharusan untuk melindungi kaki kita dalam beraktifitas di alam. Kaki adalah sangat vital, sekuat apapun tubuh seorang petualang kalo kakinya cidera maka dia tidak akan dapat menikmati dan menjalani petualanganya dengan maskimal… Dan sepetinya tak ada alasan untuk tidak memperhatikan savety dalam berpetualang apalagi bangga hanya dengan menggunakan pertalatan seadanya bisa menyelesaikan sebuah petuaalangan… karena mungkin saja saat itu kita hanya sedang beruntung. Apa jadinya kalo kita tidak beruntung?

 

 

 

Air terjun didalam Goa

 

Hampir satu Jam perjalanan, terdengar air deras di kedalaman goa. Lorong yang berkelok-kelok dan arus deras yang terus menggerus batuan disini menimbulkan suara yang cukup deras. Beberapa jeram pun kami temui dan harus dilewati dengan hati-hati. Tapi kali ini suara itu sangat keras dan ternyata setelah beberapa kelokan kami lalui, sebuah air terjun dengan ketinggian sekitar 5meter menghadang langkah kami. Beberapa gambar diambil dari kamera underwater yang dibawa mas Unu, aku belum berani mengeluarkan kameraku. Selain takut basah juga karena didepan air terjun ini ketinggain airnya sedada orang dewasa.

 

 

Harus merangkak untuk menembus air terjun itu karena tak ada jalan lain yang bisa kami lewati selain melewati celah kecil yang ada diantara arus air tersebut. Disisi kanan aliran air terjun itu ada celah dengan batuan runcing yang diakibatkan oleh arus air. Kami merangkak dan mendaki batuan itu. Kemudian sampai di tengah air terjun harus beralih ke sisi sebelah kiri, kerena memang disanalah jalan yang harus kami capai, cukup kepayahan menerjang air terjun itu, sampai akhirnya satu-persatu dari kami melewatinya.

 

Sedikit menanjak di batuan licin, kembali melewati lorong yang terasa semakin luas dengan bau Khas kotoran Kelelawar…. Hmmm…. seperti sebuah hall tinggi dengan banyak ornament menakjubkan yang belum pernah kuliat. Kelelawar terbang diantaranya berpindah pindah dari satu lubang ke lubang lainnya, bergelantungan  seolah  menunjukan diri bahwa merekalah yang berkuasa disini… Dan cahaya senter yang kami sorotkan tentu saja menganggu ketenangan mereka di kedalaman bumi ini.

 

 

 

Dive Mag didalam Goa

 

Sambil lalu memperhatikan anak anak kelelawar yang memilih mendiami lubang kecil diatap-atap goa, terus melangkah entah sampai berapa lama lagi. Karena tak satupun dari kami pernah memasuki goa ini. Disebuah tempat yang cukup luas untuk beristitahat, kami memulih untuk menikmati perbekalan yang kami bawa. Sudah satu jam berlalu dari sejak kami meninggalkan rumah dimana kami menitipkan kendaraan dan barang-barang lainya. Roti sisa resepsi dan lanting yang kubawa dari rumah cukup memenuhi perut kami meskipun tidak kenyang, tapi cukup untuk menambah stamina hingga ujung Goa nanti. Saat mencari perbekalan lain inilah kutemukan majalah Dive Mag didalam cerilku. Huaa.. majalah kecil ini memang selalu menemaniku dalam perjalanan jika pergi kesuatu tempat. Selain kecil dan ringkas juga isi informasi didalamnya sangat menarik, apalagi foto-foto underwater dan landscape nya wooooooowww!!. Dan meskipun basah, bisa juga dijadikan objek foto untuk kusampaikan nanti kepada juragan Dive Mag di Jakarta.

 

 

Tak lama kami bersitirahat, karena baju dan sekujur tubuh yang basah, sehingga tidak nyaman untuk diam dan semakin terasa dingin. Maka kami terus melangkah menyusuri lorong ini. Ada yang semakin menanjak dengan arus air yang semakin deras, ada juga yang landai dengan  arus tenang. Disini peribahasa “air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan” benar-benar kami perhatikan. Dimana airnya beriak dan deras makan dasar sungai sudah hampir pasti mampu kami pijak, meskipun dengan kedalaman yang berfariasi, ada yang hanya setinggi betis sampe diatas pusar. Tapi jika airnya tenang, tentunya kami akan lebih berhati-hati bisa-bisa jebakan betmen menanti dibawah sana…. Dan tiba-tiba tubuh kita tenggelam karena dasarnya tak mampu kami pijak… byur!!! Semakin dingin dan semakin panjang lorong gelap ini kami Jelajahi.

 

Beberapa stalagmite dan stalagtit menjadi objek yang menarik perhatian kami, dari yang hanya lancip seperti pasak yang menembus atap gua, ada juga yang berbentuk seperti payung dengan air yang mengalir disisinya. Hm… berfoto dan narsis bergantian hukumnya sah disini. Air bening yang mengalir diantara batuan itu pun menggugah niatku untuk sekedar meneguknya beberapa kali. Terasa lebih segar dari pada air tanah yang biasa kutemui di gunung.

 

 

Semakin lama, lorong yang kami lalui semakin sempit, dengan air yang tentunya semakin deras, sampai akhirnya langkah kami terhenti pada sebuah kubangan kecil berdiameter sekitar 7 meter. Disinilah langkah kami terhenti. Setelah mas Yos, Pak Heri dan Hero mencoba meneruskan ternyata tak ada lorong yang mampu kami tembus tanpa peralatan selam. Hmmm Cave Diving… sepertinya tak mampu kami lakukan untuk meneruskan menembus goa ini. Akhirnya setelah 3 jam perjalanan dan jam menunjukan pukul 14:15 kami beristirahat di kedalaman itu. Seandainya kami memiliki perlatanan selam lengkap seperti di film SANCTUM tentunya penjelajanan ini akan menemukan ujungnya.

 

Dengan sedikit kecewa karena harus balik kucing, kami kembali menyusuri lorong yang yang tadi kami lewati. Arus deras semakin terasa mendorong kami untuk lebih cepat keluar. Tapi juga terasa lebih menyakitkan karena mau tak mau arus itu pula lah yang kadang menjebak langkah kami untuk terperosok kedalam lubang dalam yang tak mampu kami lihat di bawah air. Kaki kaki kami seperti bermata, meraba dan menjejak pada batuan yang kami anggap kuat… atau terjatuh dan terpelanting didalam air jika kami salah langkah dalam memilih pijakan.

 

Itulah variasi yang kami pilih dalam menikmati penjelajahan ini. 5 jam kami memasuki lobang gelap dalam perut bumi di pegunugan Selatan Gombong. Ini adalah petualangan terdekat dari rumahku sejak aku menemukan sebuah kehidupan menakjubkan dari setiap petualangan yang kujalani. Goa Kali, hanya berjarak sekitar 15km dari tempat tinggalku di Gombong dan hanya sekitar 5km dari tempat dimana aku dilahirkan. Dan inilah tempat petualangan terdekat dari rumahku…

 

-Hans-

www.trihans.com

Penjelajahan Goa Kali - Gombong, 15 mei 2011

 


2 komentar:

d . mengatakan...

Di Gombong, saya pernah ke Goa Jatijajar dan pantai Ayah. Dulu banget :)

HANS ' mengatakan...

kalo ke Jatijajar itu juga jaman SD dulu... :D