Sabtu, 10 Juli 2010

House Of Sampoerna : Buruh Rokok yang menjelma menjadi Raja Rokok

Tangan-tangan cekatan, dengan gerak irama tubuh yang mengimbangi. Aku takjub sejak pertama melihatnya, semakin terkagum dan tak berpaling memperhatikan dengan seksama apa yang mereka kerjakan dibawah sana. Sepasang tangan menyiapkan kertas papir disebuah alat linting kayu yang sudah berumur, mungkin lebih tua dari umurku karena kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 60-an. Diatas kertas papir itu mereka meracik tembakau yang sudah diramu dengan aroma terjaga. Kemudian menarik tuas diantara pelinting itu dengan tekanan tertentu dan sebelah tangan membukanya dengan tangan kiri telah menyiapkan lem untuk merekatkan kertas papir tersebut. Maka terciptalah sebuah batang rokok dengan ramuan dan cita rasa khas yang selalu dijaga kualitasnya.

Disetiap tiga orang yang bertopi kuning sebagai pelinting tadi ada seorang bertopi hitam yang juga tidak kalah cekatan. Mengambil satu batang rokok memotong dengan tangan kanan disatu ujungnya, kemudian dengan irama yang serasi tangan kirinya memutar ujung rokok satunya dan memotong sisa-sisa tembakau yang keluar dari ujung ujung rokok kretek lintingan tersebut. Disudut ruangan lainya sekelompok orang bertopi merah menata batang-batang rokok itu kedalam kelompok kecil berisi 12 dan 16 batang. Menata dan menge-pack kedalam kantong kertas berwana hijau muda bertuliskan Rokok Kretek 234. 234 biasa dilafalkan dalam bahasa Mandarin, Djie Sam Soe. Semua gerakan itu dilakukan dengan irama dan kecepatan yang mencengangkan. Mereka seolah sambil menari mengikuti sebuah irama serempak yang memacu tubuh untuk tetap bergerak.



“Untuk mengimbangi proses itu memang pernah dilakukan penelitian dengan menggunakan irama musik tradisional untuk menyeragamkan gerak tersebut. Dimulai pagi hari dengan tempo yang lambat dan akan semakin bertambah temponya menjelang siang hari. Dan sebelum pulang disore hari, tempo akan diturunkan kembali”. Seorang penjaga museum bernama Mike memberikan sedikit penjelesan kepadaku dan Agoez.

Ini adalah kesempatanku yang ke empat mengunjungi House Of Sampoerna. Tapi di tiga kesempatan sebelumnya aku selalu datang kesini disaat tanggal merah, yang berarti juga hari libur bagi para buruh rokok kretek ini. Dan baru pertama kali aku melihat langsung proses pembuatan rokok dari lantai 2 dimana dahulu gedung ini pernah beberapa kali berganti fungsi, awalnya merupakan gudang Rokok, kemudian pernah menjadi Panti Asuhan Jaman Belanda dan juga pernah menjadi gedung pertunjukan kesenian, dimana tempatku melihat adegan melinting rokok tersebut adalah lantai dua untuk pengunjung VIP. Dengan disekat kaca tebal aku tak mampu mendengarkan keriuhan dibawah sana diantara buruh rokok tersebut. Yang ternyata saat aku melihatnya dari samping gedung yang kudengar adalah alunan music Orkes Dangdut dengan tempo yang cepat, sekitar jam 1 siang aku berkunjung ke HOS kemarin.

Dengan Pakaian serba hitam, pemandu museum yang terdiri dari anak anak muda menjelaskan singkat beberapa pertanyaan kami. Sesekali kudengar ia menggunakan bahasa asing saat seorang pengunjung dari luar negeri juga mengajukan beberapa pertanyaan. “Dalam satu jam rata-rata satu pelinting mampu menyelesaikan sekitar 325 batang, dan para pemotong (cutting) mampu merapikan sekitar 1000 batang rokok. Untuk proses Packing, satu pekerja mampu menge-pack sekitar 3000 batang dalam Pack Rokok siap jual dalam satu jam”. Sebuah penjelasan singkat dari penjaga HOS yang bertubuh gempal itu. Ingin rasanya terus bertanya sampai akhirnya aku kembali ke ruang pertama didekat pintu masuk.

Memang biasanya aku memulai kunjungan di HOS dari tiga ruangan yang ada dibawah, kemudian baru naik keatas. Namun karena aku teringat untuk melihat proses pembuatan rokok kretek tadi, aku mengajak Agoes untuk menuju ke lantai dua terlebih dahulu. Siang itu aku menemani teman teman dari Brantai Community yang baru turun dari pendakian ke Semeru. Brantai Community adalah komunitas pecinta alam yang beberapa kegiatanya lebih menunjukan kepedulian kepada dunia pendidikan di Indoensia. Beberapa kegiatan sosial telah mereka gelar di Sekolah-Sekolah Dasar terpencil. Aku baru mengenal komunitas ini akhir tahun kemarin. Dalam pendakian itu ada Mba Lisa, Agoez, Mas Mulyana, mba Nina dan 4 teman lainya, mereka berdelapan dalam pendakian tersebut.



Ada tiga ruangan dilantai dasar HOS, dan satu ruangan dilantai dua. Disambut dengan kolam ikan Koi kecil berbentuk lingkaran tepat didepan pintu utama. Lorong pertama ini berisi koleksi cikal bakal dari Pabrik Rokok Sampoerna. Benda-benda koleksi menarik yang sudah berumur dan bernilai histori tinggi bagi seorang Sampoerna. Surat Saham berharga pertama yang didaftarkan, 2 Sepeda ontel yang digunakan untuk menempuh Surabaya-Lamongan saat ia masih menjadi buruh rokok. Perabotan koleksi, lemari, meja kursi dengan ornamen ukiran jawa kuno. Miniatur tungku, gubuk warung tradisonal dan beberapa jenis tembakau local maupun dari luar negeri. Serta satu perangkat Slide Video yang menceritakan sejarah kedatangan seorang Sampoerna dari dataran Cina hingga sampai ke Surabaya mengisi sudut utara ruang pertama.

Di ruang berikutnya adalah koleksi Brankas kuno, lukisan-lukisan yang berbau rokok produksi Sampoerna. Ada juga lukisan rokok Kraton dengan foto Sri Sultan Hamengkebuono X dari Yogyakarta. Disebelah utara ruang ini ada satu koleksi menarik yaitu koleksi bekas bungkus korek api batang. Koleksi ini awal mulanya adalah milik seorang anak Belanda yang mengumpulkan kotak-kotak korek api sejak ia mengikuti keluarganya di Indonesia pada jaman Kolonial. Diatasnya terpampang Komisaris dan Direksi pemilik perusahaan rokok ini yang sebagian besar sahamnya telah dimiliki perusahaan asal Amerika, Philip Morris produsen rokok Marlboro.



Berpindah keruang ketiga, disini banyak berisi koleksi bungkus-bungkus rokok yang pernah dicetak. Beberapa rokok terkenal keluaran PT Sampoerna, A mild, DjiSamSoe, Sampoerna Hijau dan beberapa merek dagang lainya. Lengkap dengan sebuah mesin cetak kuno dengan master cetak logo 234. Melihat mesin cetak ini aku teringat dengan sebuah film buatan tahun 2008 yang dibintangi oleh Will Smith, sebuah drama Tragis tentang seorang yang maniak berbuat baik, hingga ia rela menyumbangkan organ tubuhnya untuk membantu orang yang butuh donor organ. Seven Pounds judul filmnya. Selain barang cetak itu ada juga koleksi perlengkapan dan foto pasukan Marching Band dengan warna dan lambang dominan A-mild merah putih, koleksi yang menarik dimana Marching Band dari Sampoerna ini pernah diundang di Disneyland Amerika.

Dengan dua tangga disisi kanan dan kiri ruang ketiga ini kita akan dihantarkan untuk memasuki lantai atas. Disisi tangga merupakan poster-poster konser yang pernah disponsori oleh perusahaan rokok ini. Ada Soundrenaline, Java Jazz dan beberapa acara musik lainya. Ruang diatas ini selain sebagai tempat untuk melihat proses pembuatan rokok kretek juga merupakan Souvenir Shop dari HOS. Mereka menyediakan beberapa barang koleksi yang menarik, ada kain batik, peta wisata beberapa daerah di Nusantara, juga merchant HOS yang berupa Kaos, PIN, gantungan Kunci, Kantong kain, Note book yang tentunya begambar anekaragam tentang HOS.

Dikoplek HOS ini ada beberapa Bangunan lainya seperti Café, Art Galeri yang kemarin juga ada pameran Mahasiswa arsitek dari Petra yang memaparkan konsep museum modern dari beberapa musem di Jawa timur. Dan Ada satu koleksi yang sebenernya cukup menarik, tapi ia berada diluar bangunan, sebuah Mobil Rolls Royce yang digunakan pemilik Sampoerna. Hanya saja letaknya yang diluar kadang kurang mendapat perhatian pengunjung.


Komplek HOS ini berada dijalan Kebalen, di Tambak Grinsing, tepat berada didepan Kantor Telkom Kebalen. Aku cukup mengenal daerah ini dengan baik, pernah kos selama 1,5 tahun hanya beberapa puluh meter dari HOS di Tambak Grinsing. Awal aku mencoba menjalani kehidupan di Surabaya dan berkantor di kantor Telkom didepan HOS tersebut. Untuk mencapai ke HOS dari terminal Bungurasih cukup naik bus kota satu kali jurusan Bungurasih- Jembatan Merah. Dan turun di bekas Penjara Kalisosok di Jalan Rajawali (tidak jauh dari Jembatan Merah), kemudian masuk kedalam sekitar 500 meter searah dengan jalan menuju ke kantor Telkom Kebalen. Lorong menuju ke HOS yang merupakan tembok penjara kini telah dilukis dengan lukisan tembok sepanjang gang tersebut sehingga menghilangkan kesan angker dan kusam dari penjara tersebut.

Untuk mengisi menu makan siang, kali ini aku mengajak rombongan dari Jakarta tersebut ke warung Lontong Balap Cak Pri, disisi selatan HOS. Cak Pri merupakan turunan ke tiga penjual Lontong Balap di HOS. Awal aku mengenalnya dia masih berjualan tepat sudut Pabrik Sampoerna, sekarang pintu gerbang HOS. Cak Pri mungkin sudah lupa dengan wajahku, setelah lebih dari 7 tahun tidak bertemu. Tapi aku masih mengingatnya karena aku teringat adegan pertanyaan anak Cak Pri yang mengira aku adalah orang Korea, selain kulitku putih mataku sipit persis penduduk daratan Tiongkok….Hyaaa!! bukan cuma sekali itu aku dianggap keturunan Cina. Karena cukup lama Cak Pri jualan di Sekitar pabrik Sampoerna, secara istimewa dia mendapatkan tempat di selatan HOS. Dan masih satu bangunan dengan HOS menghadap kejalan Kebalen.



Kunjungan kali ini aku akhiri dengan mengantakan teman-teman jauh ini menuju ke 2 Stasiun yang akan mengantar mereka ke Jakarta. Dari Stasiun Pasar Turi, Agoez dan 5 temanya akan ke Jakarta dengan naik kereta Kertajaya, Mas Mulyana akhirnya harus pisah dengan menggunakan kereta bisnis Gumarang, sedangkan mba Lisa aku antarkan ke Stasiun Gubeng karena tujuanya ke Bandung dengan naik kereta Mutiara Selatan.

**Sekilas kisah tentang HOS dan kunjungan team Brantai ke Surabaya, 7 Juli 2010. Terima kasih telah berkunjung ke kota panas ini, mohon maaf jika tidak bisa menjamu lebih baik…

foto 1 by Aji Rachmat (croping)
foto lainya dari Hape SE G502

Link:
official website HOS: http://houseofsampoerna.museum
foto-foto lain HOS disini dan disini
melihat HOS 360 derajat : www.360cities.net


-hans-
www.trihans.com

4 komentar:

Luqman Hakim mengatakan...

Ulasan menarik Mas Hans. Hebat, Sampoerna memang hebat untuk urusan ini sampai menurunkan ke generasi berikutnya dan tetep jadi perusahaan yang hebat plus CSR-nya.

Sri Sarining Diyah mengatakan...

oww yaaaa mas Luqman?

*cengengesan*

HANS ' mengatakan...

tapi kan sahamnya sudah dijual ke orang Amrik sono...
jangan-jangan nanti yang tersisa tinggal HOS ini.

HANS ' mengatakan...

lha kalo mba Ari ini kan musuhnya juragan rokok.. :P