Sabtu, 13 November 2010

Puncak Garuda....


Aku pernah memimpikanya, berdiri dipucak teraktiv di bumi Mataram. Puncak batuan vulkanik muda yang rapuh. Tinggi menjulang dengan gagahnya, bahkan tanpa memandangnya pun dia selalu meminta untuk diperhatikan. Luncuran awan panasnya yang lebih dikenal dengan sebutan “Wedus Gembel” telah menunjukan bahwa ia tidak setenang diamnya. Tidak sediam saat pandangan pagi lurus tertuju ke arah sebelah utara dari alun alun Keraton. Dan sejak kecil pun aku sudah sering melihatnya diujung pandang timur jauh, samar-samar dibelakang puncak Sindoro Sumbing.

Bukan cuma melihatnya yang hanya samar dipagi hari, tapi juga sempat merasakan hujan abu disiang menjelang sore, saat masih berbaju putih merah bermain bola dihalaman belakang rumahku, 150 km disebelah baratnya. Dan hampir sebulan ini, Merapi kembali meminta perhatian dunia. Kembali menyuguhkan sebuah pemandangan menakjubkan, puncak api yang terus mengeluarkan lava pijar, luncuran awan panas yang menembus 5 km diatasnya juga wedus gembel yang telah meluluh lantakan bumi disekitarnya. Bahkan seorang yang dengan jujur telah menjaganya pun tak luput ia telan. Ia menjemputnya untuk harga sebuah kesetian.

Merapi, mendengarnya aku teringat dengan puncak batuan muda itu. Yang saat aku kunjungi dimalam gerhana telah menggelapkan langit diatasnya dan membiarkan pijaran bintang-bintang lebih terang di malam itu. Angin dingin yang mengoyak tenda tenda kami yang berdiri sekenanya di pasar Bubrah. Pasar yang membubrahkan tenda kami dengan angin kencangnya. Kemudian menjelang pagi harus kembali tertatih saat mendaki meniti batuan muda itu, ringkih… goyah dan rapuh. Tidak terlalu tinggi, terlihat Puncak Garuda di ujung sana, tapi terasa tak ada habisnya aku menginjakan kaki mendaki bersama ratusan pendaki lain yang ingin merayakan hari Proklamasi. Slayer basah membantuku untuk bernafas lebih mudah saat dari sela sela batuan itu terdengar desis dan semburan tipis gas berwana putih dan berbau belerang pekat.


Puncak Garuda, hanya tinggal tersisa seperempatnya. Seperti sebuah batu runcing yang tertancap di sudut puncak ini. Setelah tertatih dan berebut oksigen dengan asap belerang akhirnya aku berdiri dipuncak ini, Puncak yang pernah aku impikan. Angin kencang masih menyambut dan menemani sejak malam tadi. Sebuah dataran yang tidak begitu luas dikelilingi batuan yang seperti tumbuh dari dalam tanah. Hanya batu dan batu dipuncak ini. Diseberang selatan Puncak Garuda adalah puncak Belerang yang kuning merekah. Suhunya tentu sangat panas. Dengan asap putih dan bau yang menyengat.

Mungkin kini sudah tidak berbentuk seperti ada dalam ingatanku. Sebuah kawah baru dengan diameter 400meter telah terbentuk di atas sana. Penuh dengan lava pijar yang terus bergejolak dan mengalir. Dibawahnya, didalam perut Merapi kini terus bergemuruh tumbukan material padat yang terdengar hingga ke kota Jogja dan sekitarnya. Bisa saja ia memuntahkan semua material itu dengan tekanan yang maha dahsyat… semoga tidak.

 


Citra Satelit Merapi dari Wikimapia.org
Pasar Bubrah sudah tertimbun material baru..rata-rata aliran lava ke Barat, Selatan, Tenggara

 
Citra Satelit Merapi dari Wikimapia.org
Pasar Bubrah & Puncak Garuda sudah tertimbun material baru...

 

Semoga merapi semakin tenang, berdiri kokoh menjadi penjaga Mataram.
Menjadi sahabat bagi kami yang selalu mengunjungi dan mengagumi kecantikan batuan rapuhmu…

 

Mengingat Pendakian Merah Putih dimalam Gerhana
16-17 Agustus 2008 with JPers
 

Catper lengkap:
http://kohan2282.multiply.com/journal/item/39

DONASI untuk MERAPI
http://www.facebook.com/note.php?note_id=461686896601&id=1101198037&ref=mf

 

-hans-
www.trihans.com


6 komentar:

DhaVe Dhanang mengatakan...

nice posting....
semangat buat para pengungsi...
salam salud buat teman-teman yang meluangkan sedikit waktu, pikiran dan tenaga untuk sebuah misi kemanusiaan...

HANS ' mengatakan...

Merapi....selalu menarik perhatianku jika melewati sekitar jogja...

Semangat untuk semua, pengungsi, Relawan dan team Posko Merapi yang terus bekerja tanpa henti demi keselamatan bersama...

Dee An mengatakan...

Merapi.. Selalu menarik perhatianku, saat aku berlibur dirumah kakakku di Sleman sana.

Sdh 10 th yg lalu ternyata, sejak kunjungan terakhirku ke Jogja...

HANS ' mengatakan...

puncak garuda, 2008. Puncak yang telah meredakan ambisiku untuk menggapai puncak lain. Sejak pendakian ini... Sepertinya belum ada lagi puncak impian lainya..

Semoga cukup :)

Yoga Swara mengatakan...

Merapi mengamuk, mugkin karna manusianya juga yg Kotor, Egois. yg tidak pernah mau mengerti terhadap Alamnya.
Sebut saja Bromo. Akhir2 ini Bromo sdg aktip2 nya, namun suku Tengger cepat tanggap utk melakukan ritual2nya. Demi keselamatan2 warga desanya.
Hehe... Maap bukannya sy sok tau.

HANS ' mengatakan...

Semoga peringatan yang disampaikan oleh alam, mampu kita terima dan terjemahkan dengan baik dan lebih bijak.