Hujan disertai badai kecil menemani langkah kami yang tertatih menuruni jalanan ini. Pagi tadi kami merangkak menaiki batuan hitam yang beberapa diantaranya tertata bagai tangga tangga yang tumbuh dari dalam tanah. Sebagian diantaranya kokoh seperti pintu gerbang menyambut kami yang melewatinya diketinggian 3000 meter diatas permukaan laut ini, dan kini kami harus kembali meuruni jalan ini untuk melangkah pulang setelah sesaat mengunjungi puncak Hargo Dumilah. “Naik dan turun lagi, huh!”. Tak ada lagi vegetasi rapat yang kami temui, lebih banyak rumpun edelweis dan bunga-bunga cantiqi merah yang tumbuh bergerombol dilereng terjal di sisi kiri, sedangkan sisi kanan adalah lereng jurang landai dalam. Tidak terlalu terjal tapi cukup membuat ngeri jika terperosok.
Badai tanpa penghalang menerpa kami yang hanya dibalut mantel tipis, cukup kepayahan melewati jalanan terbuka yang sedikit melingkar ini. Tetatih kami dalam langkah-langkah keci,l takut terpeleset karena licinya batuan juga karena beban berat dipunggung yang semakin berat. Ditambah masa air yang tanpa ijin merembes dalam tas punggung kami. Hanya ada aku dan wahyu, seorang teman dari Surabaya yang beriringan tanpa suara menikmati badai ini, sedangkan beberapa teman lain satu rombongan denganku tertinggal dibelakang. Bukanya tak mau menunggu, tapi kami terus tetap melangkah turun sampai di pos Cokro Srengenge nanti.
Angin bercampur derasnya air hujan, menemani setiap langkah untuk lebih hati-hati, apalagi tubuh ini telah letih sejak kemarin pagi melangkahkan kaki di puncak ketinggian perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini. Dingin yang menusuk tulang, menggertakan gigi-gigi kami yang bertumpu saat kedinginan. Jarak pandang terhalang air-air yang jatuh tidak lagi vertical kebawah, tapi miring kesegala arah sesuka angin kencang yang membawanya. Sungguh berbeda saat aku pertama kali melihat lembah panjang diatas ketinggian ini tadi pagi, terik yang terus mengawasi sejak dari pos Penggik, ditambah jalanan yang terjal tanpa ampun. Hingga akhirnya selepas dari sebuah belokan berbatu aku menemukannya.
“Middle Earth…” gumamku sambil sesekali membidik jalanan berkelok dan berakhir dengan jalan setapak panjang didepanku ini. Sejak kemarin pagi, dari pos Cemoro Kadang kami hanya disuguhi tanjakan terjal yang dibuat zig-zag dan membosankan, baru kali ini menemukan sebuah hamparan luas meskipun berada dikemiringan. Cukup memuaskan pandangan mata dan mengobati keletihan tubuh ini saat naik kemarin juga di hantam badai hingga harus istirahat di pos Penggik. Pendakian Januari 2007 bersamaan dengan 1 Suro. Saat kami tertatih dengan beban dipundak, beberapa kali kami berpapasan dengan orang-orang berbaju hitam yang medaki hanya menggunakan kain tipis, sendal jepit dan sebungkus bekal dalam tas keresek hitam.... dan kami sama-sama kedinginan dalam badai.... wow!!
vidoe: http://www.youtube.com/watch?v=zNlggi9tjZ8
pic: http://kohan2282.multiply.com/photos/album/8/Pendakian_Lawu
Pendakian Lawu, 1 Suro,Januari 2007
Hans-Wahyu-Pramono-Arif-Ari.... dan satu teman baru dari Pekalongan : Heri
15 komentar:
tulisane dari hengpong gak keliatan Om Han...
ko ga keliaran ya...kenapa?
Kirain henpon ku yg eror.. Iyo han, ga kliatan tulisane
saiki tak cet biru... masihkah tidak terbaca...
saiki wes terbaca kok han.... soale onlen dari kompi... (",)
ahhh.... aku juga punya sepenggal kisah yang kutitipkan pada Lawu...
Fyi.. Cat birunya terbaca kok di hape :-)
Hans, gak dijelaskan pendakian tgl berapa?
sama siapa saja?
ada di baris terakhir, tanggalnya lupa... ingetnya 1 Suro Januari 2007
***
Pendakian Lawu, 1 Suro,Januari 2007
Hans-Wahyu-Pramono-Arif-Ari.... dan satu teman baru dari Pekalongan : Heri
mana mana.. :)
oh, repost... dikira ke lawu kmrn barengan sama tmn2
belum pernah naik gunung sampe puncak :l
gak usah naik gunung....capeeek...kotoooor....
Bikin kangen selalu....
kangen ngeblog :)
Posting Komentar