Jumat, 25 Desember 2009

Catper Slamet [4] : Wangimu menyelaraskan tenda-tenda kami...

-mari memasak mari bercengkerama-



Beberapa tenda berdiri dan kami mulai mengeluarkan logistik untuk menu malam ini. Memasak dan mengolahnya menjadi beberapa menu. Aku memasak nasi liwet dengan teknik ajaran kang Arif Gentong, menggunakan kompor spritus yang aku buat dari bekas minuman kaleng dengan prinsip kompor tragia. Nasi liwet itu dimasak menggunakan nesting, tapi tidak boleh ada sisa kerak dibawahnya, harus matang sempurna. Sejak aku pertama kali mendaki, sejak itu pula aku selalu didampingi kang Arif. Dialah yang selalu mbekingi aku jika aku tidak kuat, terbukti beberapa kali dia jadi guide, porter juga koki rimbaku… tapi baru kali ini aku mendaki sendiri tanpa dirinya.

Sambil berhaha hihi.. menikmati kebersamaan disana. Sering aku menulis quote dibeberapa catperku, “inilah malam yang aku rindukan berbaur bersama sahabat dan alam”, saat dimana aku dan teman-teman sedang bercengkerama setelah seharian melewati jalanan yang terjal. Dan aku merasa kalo aku bisa menikmati malam-malam itu bersama sahabat, maka 70% pendakian itu sudah berhasil, sisanya adalah puncak jika tubuh ini masih mampu. Dan di Hutan Alam disebuah gunung dengan kawah terluas dijawa ini aku menemukan itu. Menemukan tawa kecil saat tangan ini menyentuh nesting panas, atau saat nasi yang kumasak kemasukan sedikit sepritus.

Disana kami saling berbagi sesuap nasi mie telor dadar yang kami masak bersama dalam satu nesting yang sama. Sungguh kebersamaan yang tak mengenal batas bahwa kau dan aku adalah manusia yang saling membutuhkan saat alam ini melindungi, menjadi sahabat malam-malamku. Terima kasih tak terhingga… menu yang kami siapkan malam itu cukup mengenyangkan. Redi serta Ikhwan-lah yang akhirnya menjadi menjadi tumbal penghabisan alias harus menghabiskan sisa makanan yang masih cukup banyak itu.

Seusai makan malam, ingin rasanya melanjutkan malam itu dengan sedikit cerita lepas tanpa bingkai… diriku yang sudah terbiasa menjadi manusia malam, belum juga merasa ngantuk. Dan menyiapkan teh hangat bagi siapa yang mau menemaniku “ndalang”,  tapi hampir semua penghuni tenda-tenda disana adalah manusia dengan pola tidur normal dan terlelap dalam kehangatan SB atau memilih mengobrol dengan teman tendanya. Akupun kemudian memilih menutup lapak… membereskan kompor dan nesting serta memasukan sisa teh hangat itu kedalam botol biruku. Kemudian bebaur dengan yang lain bermimpi tentang dinginnya hutan hijau digunung penuh legenda yang menurut catatan kuno bernama Gunung Agung, sedangkan nama Slamet ada sejak budaya islam masuk ke tanah Jawa.

Ternyata bukan hanya mimpi, malam itu aku dan mas Sen tidur dalam satu tenda di kemiringan, harus sering melorot dan mengigil kedinginan karena tenda yang kami pakai tanpa cover. Sangat dingin padahal disekitar area camp diselimuti tumbuhan yang cukup rapat.


Bersambung...

5 komentar:

Guruh Andrianto mengatakan...

Sorry 'han..gua sebener'nya tau elu pukul-pukul nesting dan denger ajakan minum teh tapi apa daya, semalem gua kurang tidur bro..apalagi kata komandan Obie malem itu, " Bubu baik buat kesehatan.." hkhkhk... XD

HANS ' mengatakan...

huhuuu...iya tuh. ahhh..dasar manusia2 normal...xixi..

opay . mengatakan...

katanya ada yng mau ngedalang..di tungguin dari dalem tenda sepi-sepi aja :D

HANS ' mengatakan...

huh... masa wayangnya pada tepar... :(

opay . mengatakan...

kita setia menunggu dari balik tenda, sambil memejamkan mata