Jumat, 25 Desember 2009

Catper Slamet [5] : Wangimu menyelaraskan tenda-tenda kami...

“Dobre Rano”, aku menyapamu pagi ini..
Pondok Gembirung, 19 Desember 2009.


Pagi yang menggetarkan tubuh ini, tak ingin cepat beranjak atau malah ingin segera bergerak, karena tubuh ini sudah
tak mampu lagi meredam getaran-getaran tanpa irama ini. Sholat subuh didalam tenda dan sayup-sayup suara mulai rame diluar tenda membangunkan hutan Pondok Gembirung yang masih termenung. Aktifitas pagi dengan wajah-wajah yang mulai familiar. Opay beraksi dengan menghangatkan sisa teh yang semalam aku simpan didalam botol minumku. Dan kemudian menu roti bakar menjadi sajian pagi ini yang disiapkan oleh Opay.  Riri kesana-kemari membawa POPmie-nya mecari air panas dan sebungkus kerupuk yang menurut pengamatanku malah akhirnya dihabiskan oleh Sekar. Komandan Obie dan adik tanpa pengakuan khalayak, Om Jiteng, beraksi mengabadikan tingkah polah kami dengan handycam dan DSLR Cannon 1000D-nya. Team kecil kami hanyalah penghuni dataran atas dari kumpulan anak kampung dengan menu makan sederhana, roti bakar plus susu coklat dan beberapa snack. Sedangkan di dataran bawah (hanya beda 1 meter ketinggian) yang terdiri dari HerO, Faris, Cempluk, Jean dan Gaby merupakan anak komplek dengan menu makan pagi sandwich daging. Beda jauh kan kelasnya…


“Dobre Rano” mas Sen selalu mengingat kata selamat pagi yang diucapkan dalam bahasa Ceko. Kebetulan dari 28 pendaki rombongan JPers dan Merbabuers ini ada seorang yang bernama Gabriella, berkebangsaan Cekoslovakia tapi sudah sekitar dua tahun ini tinggal di Indonesia. Bahasa Indonesia-nya sudah lancar sehingga komunikasi diantara kami cukup mudah. Gaby panggilan akrabnya, sudah beberapa kali mendaki gunung di Sulawesi, NTT dan Jawa, jauh lebih banyak dari puncak-puncak yang pernah aku gapai.


-Survival air di POS 3 Pondok Cemara-


Satu persatu team kecil berangkat meninggalkan camp pertama ini, aku dan team kecilku yang masih sama dengan kemarin memilih jalan dibelakang, mungkin karena kami dari golongan team ngesot dari pada harus menghalangi team express yang berjalan gas pol rem blong. Dan atas anjuran Sekar kami akan mengambil air di antara POS 2 dan POS 3. Sekitar satu jam perjalanan mendaki, masih didalam rerimbunan hijau yang menakjubkan dan memanjakan itu kami beriringan dengan sesekali menarik nafas untuk sekedar menata kembali beban di pundak.

Disebuah datara
n lapang yang tidak telalu luas tertulis disebuah papan yang menggantung didahan pohon, POS III PONDOK CEMARA. Menurut Sekar, papan itu seharusnya tidak berada disana, tapi camp diatasnya lagi, mungkin ada pendaki yang iseng memindahkanya, kerena di sana terdapat salah satu mata air. Turun kebawah diantara semak basah dan cekungan yang lembab, tidak banyak air yang mengalir. Sempat kecewa, tapi persediaan air kami tipis, mau tidak mau harus mengambil air keruh yang hanya menetes dari akar serabut sejenis pohon palm kecil dan genangan air disekitarnya.  Yah… baru kali ini aku merasakan susahnya mengambil air digunung. Memenuhi botol-botol 1,5 liter air mineral dengan menggunakan tutupnya. Cukup memuaskan meskipun dengan bersusah payah, aku, mas Sen, Opay dan Sekar secara bergantian mampu mengumpulkan 1 jerigan 2,5liter dan 3 botol air mineral besar. Sedangkan komandan Obie meninggalkan kami lebih memilih peruntungan untuk mengambil air di POS 5 nanti.

Memenuhi kembali daypack 35 literku dengan air hasil jeripayah tadi. Kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Target hari ini adalah nge-camp di POS 7 agar tidak terlalu capek jika esok pagi mau me
ngejar sunrise. Selalu beriringan, saling salip dengan team lain. Dan menyalip komandan lagi, yang kemarin sempat update distatus pesbuk-nya “10 menit mendaki, 10 menit istirahat”, itu yang aku dengar. Mungkin karena umur yang sudah tidak bisa menipu lagi, sejauh apapun dia meninggalkan kami selalu saja dapat disalip dengan mudah… haha… dan di POS 4 Pondok Samarantau aku temui kembali dirinya yang sedang istirahat. Maka Nopia Telo yang juga kemarin aku beli pusat jajanan telo menjadi salah satu pengganjal perut sambil menemani canda kami. Nopia adalah salah satu makanan Khas kota Purbalingga, yang terbuat dari tepung beras dengan isi gula merah yang dimasak dengan dipanggang sampai kering. Saat kecil aku sangat suka dengan makanan ini, setiap kali bepergian pasti inilah jajanan yang selalu aku bawa pulang. Tapi Nopia kali ini yang aku bawa adalah terbuat dari Telo, cuma sayang disayang karena Nopianya terlalu keras saat dimakan, mungkin masaknya terlalu lama.



Bersambung..


5 komentar:

opay . mengatakan...

baru tau itu namanya nopia, padahal suka banget sm kue yg satu itu
*jd inget nama artis tp bukan pake P tp V, novia kolopaking :D

HANS ' mengatakan...

hiyahh..kemarin beli lagi, untuk dibawa ke sby... rasa kumakan di bis, sambil baca Isildur..

opay . mengatakan...

mau mau mau....
klo makan kue itu mesti nungguin temen kantor yg mudik dulu, itu juga mesennya pake ngerayu bombai segala :D

HANS ' mengatakan...

ya udah makan bombai aja, daripada ngerayu...

opay . mengatakan...

ya bukan makan nopia dunk klo gitu namanya :((
*ngerayu juga kadang ga berhasil