Sabtu, 26 Desember 2009

Catper Slamet [9] : Wangimu menyelaraskan tenda-tenda kami...

-Kembali membumi, melewati hijaunya hutan-


Puas berpose disana, kami kembali turun ke POS 7 dimana tenda-tenda kami masih berdiri menyimpan peralatan yang selalu setia melindungi menjadi penghangat malam yang dingin dan menjadi pelindung terik sang mentari. Sebelum turun kuajak Jean dan Riri untuk sejenak menemaniku merayakan sebuah upacara kecil yang aku siapkan dengan sekaleng Fanta merah dipuncak Triangulasi tertinggi Gunung Slamet, yang menurut Suunto X10-nya herO menunjukan 3432mDPL, tapi di POS basecamp dituliskan 3428mDPL. Aku lebih percaya pada point yang kedua, karena menurut yang kudengar si Hero belum sempat mengkalibrasi Altimater yang ada di jam tangan tersebut.

Jadilah kami bertiga menikmati Sekaleng Fanta merah itu untuk bertiga.. sungguh nikmatnya. Menyegarkan tenggorokan dan memerahkan lidah ini… mungkin awan-awan pun ikut merah melihat tingkah kami disana… haha… Tidak lama kami merayakan puncak didekat nisan berlambangkan Universitas terbesar di Jogja yang masih baru terpasang mengenang nama-nama yang terpilih mati muda dipuncak-puncak dunia seperti sosok SOE HOK GIE… Suatu saat bisa saja nama kami terpampang disana. Menjadi pahlawan bagi pendaki lain atau malah dicemooh mati sia-sia oleh masyarakat. Kemudian terus turun melewati batuan rapuh yang pagi tadi kami lewati dengan susah payah. Cukup susah juga menuruninya jauh lebih sulit dari pada menuruni track pasir dipuncak Mahameru. Kulihat Opay berpeluh ria melewatinya karena masih tidak pede dengan pijakan kakinya.


Dan sampai kembali di POS 7, Packing serta membersihkan sisa-sisa kehidupan yang kami bangun dalam waktu semalam disana. Menyantap sup jagung yang disiapkan Sekar sebagai pengisi kantung makan kami yang akan mengubahnya menjadi tenaga untuk membawa raga yang sudah letih ini sampai ke asal kami, dimana kasur dan teh hangat selalu tersedia tanpa perlu bersusah payah mendirikan tenda dan menyaring air minum dengan kain slayer merah didasar lembah yang dingin.


Tidak banyak cerita yang akan kutulis untuk perjalanan turun ini. Aku hanya tak hentinya menikmati hutan tropis hijau, yang menyelimuti gunung dengan punggungan terluas di Jawa, meliputi beberapa kota kecil disekelilingnya seperti Purbalingga, Perwokerto, Karang Lewas, Ajibarang, Bumiayu, Slawi, Tegal, Guci ,Purwodadi , Pemalang, Randu Dongkal, Bobotsari. Jatuh bangun dihutan yang dingin, lebih sering memilih jalan sendiri dengan menjaga jarak antara kelompok yang ada didepanku Sekar, Cumi dan Mas Sen, serta kelompok yang dibelakangku, Obie, Opay, jiteng dan ikhwan. Meskipun sering kali juga saling susul menyusul. Inilah salah satu caraku menikmati keheningan hutan.

Tak ada Air yang menemaniku sejak dari selter hingga base camp. Beruntung ada hujan yang turun sehingga aku bisa meminum air-air yang berkumpul diujung daun dari tanaman yang memagari ladang itu. Argh… sempurnanya perjalananku kali ini ditemani sahabat-sahabat lama yang terasa seperti baru dan sahabat baru serasa sudah lama kukenal.


Bersambung....



5 komentar:

Nurul aneh mengatakan...

Selesai. Panjangnyaa...
Selamat telah mendaki k puncak.

HANS ' mengatakan...

makasih Narai..telah membacanya...
panjang, tapi masih belum mampu mewakili rasa yang tercipta disana..

selamat juga telah mengunjungi Ranu Kumbolo penuh cinta ;)

opay . mengatakan...

makasih udah pada setia menunggu aku berjuang dengan rasa takutku :)

HANS ' mengatakan...

whaaa...sempet tiduran disamping kokom yang ngorok cap jago..

opay . mengatakan...

ow ow ow...aku jadi merasa tidak enak dengan kalian,,
*lama banget ya aku turunnya?? maafkan aku sahabatku :(